Saya terhitung terlambat memasuki dunia kerja, karena umur 20-an saya habiskan dengan lontang-lantung sana sini. Hingga kini, sudah lebih dari sepuluh tahun saya berkecimpung di travel industry, dan saya menikmatinya meskipun terkadang saya ingin membuka warung indomie saja, lepas dari hingar bingar industri tanpa pabrik ini.
Pengalaman membentuk saya menjadi yang seperti ini, dan ini beberapa kredo yang saya tekankan pada diri sendiri:
1. Biasakan membuat appointment bila ingin bertemu dengan rekan bisnis. Jangan sak dhet sak nyet muncul di hadapannya, kecuali kalau saya memang berencana membuat suprise party. Last minute appointment masih okelah, ketimbang muncul tanpa diundang.
2. Ketika dijamu di hotel, jangan memesan menu yang paling mahal. Nggak tahu, saya nggak nyaman saja menikmati gratisan dengan berlebihan. Dijamu di hotel, itu biasa bagi kita, tapi jangan lantas bertingkah seakan-akan nggak pernah makan setahun. Beda kalau kita bayar, sah-sah aja kita mau bertingkah laku bagaimana.
3. Mengenal karakter rekan bisnis, sangat membantu dalam kerjasama. Nggak semua orang sempurna. Saya pun juga. Teman-teman mengenal saya sebagai orang yang moody. Tapi saya juga dikenal sebagai orang yang loyal. Seorang teman juga sama, kalau lagi PMS mulutnya nggak bisa disetir. Tapi dia baik. Saya rasa ini hal yang biasa di kancah perbisnisan kawasan Asia, di mana bisnis berlandaskan hubungan pertemanan.
4. Jadilah teladan. Jangan menuntut para karyawan masuk pagi dan kerja lembur, kalau kita sendiri datang siang dan pulang tepat waktu tanpa perduli kerjaan masih menumpuk.
5. Ketika kekurangan orang, ikutlah mengerjakan apa yang tidak seharusnya kita kerjakan. Beberapa boss ketika kekurangan orang, bisanya cuma mengeluh dan melipatgandakan beban para karyawan. Dia sendiri enak-enakan nggak terbeban. Menurut saya, belajar dari para atasan saya, seharusnya nggak begitu. Kalau bahasa kerennya: true leaders peel vegetables. Ini juga berkaitan dengan poin 4 sebagai teladan.
6. Don’t shit where you eat. Kalau sudah nggak nyaman di tempat kerja, keluar. Jangan ngedumel terus, apalagi ngedumel di ruang publik, atau memprovokasi karyawan lain agar ikut-ikutan ngedumel dan bikin suasana jadi nggak nyaman beneran. Kalau sudah keluar, boleh deh situ menjelek-jelekkan perusahaan yang lama. Kebebasan berbicara itu namanya.
7. Jangan berlebihan meminta complimentary. Di dunia hospitality, FOC alias gratisan sudah barang lazim, terlebih FOC kamar. Namun saya sebisa mungkin nggak meminta karena lebih banyak yang membutuhkan ketimbang saya. Misalnya, atasan dari kantor pusat. Atau, agent-agent dari luar kota. Kalau saya mah, ngapain juga stay di hotel, lha wong saya tinggal di Bali juga. Kecuali, pada saat Hari Raya Nyepi. Kalau saya nggak meluncur ke luar Bali, sah-sah aja deh minta FOC setahun sekali.
8. Jangan memandang orang dari titelnya. Banyak orang yang sudah level VP atau DOS, maunya bertemu dan bergaul dengan yang bertitel VP atau DOS juga. Lagi-lagi saya beruntung punya atasan yang rendah hati, yang sedari dulu mengajarkan saya: “Jangan memandang orang dari titelnya. Siapa tahu, sekarang dia Sales Executive, di kemudian hari dia berhasil jadi GM. Berbaik hatilah pada semua orang.”
9. Kebalikan dari nomor 9. Pada akhirnya ketika saya bertemu dengan orang yang arogan hanya karena titelnya atau hanya karena dia bekerja di properti yang luxurious, saya malah jadi nggak respek dan malas untuk berakrab-akrab. Pun, ketika orang memandang sebelah mata staf saya dan menerima kehadiran staf saya dengan separuh hati, saya juga menganggap itu sama saja dengan tidak memandang saya.
10. Ojo rumangsa bisa, tapi bisa rumangsa. Jangan menganggap diri serba bisa dan sempurna, tapi lebih baik bisa merasa. Bisa merasakan apa yang dipikirkan orang tentang kita sebagai bahan refleksi.
Itu beberapa prinsip yang bagi orang lain mungkin nggak penting, tapi penting bagi saya agar saya nggak kebablasan melangkah. Saya masih jauh dari sempurna, masih suka emosional juga, tapi paling tidak saya tahu bahwa saya masih perlu memperbaiki diri, setiap hari.