Hari pertama Bangkok Trip berlalu dengan biasa, hari kedua lumayan berwarna dengan mengunjungi Wat Pho dan Asiatique, nah di hari ketiga ini kami berencana mengunjungi satu tempat yang kami idam-idamkan sangat: Hell Garden. What the hell is Hell Garden?
Hell Garden alias taman neraka adalah taman yang menggambarkan neraka versi agama Buddha.
Yang namanya neraka, pasti mengerikan ya? Benar sekali. Jadi bersiaplah untuk mendapati foto-foto yang ‘disturbing’ yang bisa mengganggu kenyamanan perasaanmu.
Hell Garden nggak cuma satu di Thailand. Ada banyak. Kami memilih untuk mengunjungi Wang Saen Suk Hell Garden yang terletak antara Bangkok dan Pattaya. Mengapa? Karena dari beberapa review hasil research kami, Wang Saen Suk Hell Garden adalah yang terbaik dalam menyajikan kengerian neraka. Selain itu juga adalah hell garden terbesar di Thailand.
Untuk mencapai Wang Saen Suk, kami menyewa mobil+driver seharian. Karena letaknya yang jauh dari Bangkok, kami nggak yakin kalau bisa ke sana dengan angkutan umum. Katanya sih bisa naik kereta lalu nyambung dengan angkutan pedesaan. Katanya lho.
Dari hotel kami, Baiyoke Sky Hotel, butuh satu setengah jam untuk mencapai Wang Saen Suk. Perjalanan mulus melewati jalan tol. Berhubung kami belum sarapan, di tengah perjalanan supir menepi ke rest area. Banyak pilihan warung dan restoran.
Ini sarapan yang kami pilih. Agak apes karena pramusaji di restoran ini sama sekali nggak bisa bahasa Inggris, jadi kami pakai bahasa Tarzan saja, menunjuk-nunjuk apa yang kami mau.
Puas dengan sarapan yang mengenyangkan, kami lanjut ke Wang Saen Suk. Bapak supir pun sempat hilang arah alias kesasar, namun tanpa kesulitan yang berarti, kami tiba juga di taman neraka impian kami.
Jangan bayangkan taman ala Jepang yang rapi dan penuh dengan tanaman dan bebungaan.
Hell garden yang ini benar-benar biasa selintas pandang. BTW tempat ini juga masih aktif dipakai untuk sembahyang, jadi kalau berkunjung ke hell garden, pakailah pakaian yang pantas ya, jangan yang menampakkan aurat.
Sebelum “masuk neraka”, kita disuguhkan diorama perjalanan kehidupan Buddha Gautama. Di sini nggak tersedia local guide, tapi di samping setiap patung/monumen disediakan penjelasan dalam bahasa Thailand dan Inggris. Sangat melegakan karena kami jadi nggak salah mengartikan setiap patung/monumen di sana!
Setelah melewati penggambaran kehidupan Siddartha Gautama sampai beliau menjadi Buddha, barulah kami tiba di neraka yang memang digambarkan sangat mengerikan. Imajinasi tanpa batas deh!
Dua tokoh besar di atas bernama Nai Ngean dan Nang Thong. Mereka berdiri menjulang di atas jiwa-jiwa yang tersiksa di kebun. Penampilan kurus mereka yaitu leher panjang dan perut buncit menandakan mereka sebagai Preta, ‘hantu kelaparan’ dari cerita rakyat Thailand.
Cukup mengasyikkan untuk menyimak satu demi satu patung yang ada di taman ini. Menurut ajaran, ketika seorang Buddha meninggal, amalan baik atau buruknya akan dicatat dan diperiksa untuk menentukan kemanakah ia akan pergi; surga atau neraka. Bagi setiap perbuatan buruk selama hidup, ada konsekuensi yang menanti setelah mati.
Cukup mengerikan, bukan, penggambaran neraka di Wang Saen Suk Hell Garden ini? Kengerian itu nggak cuma buat menakut-nakuti para pengunjung, namun sebagai peringatan bahwa apa yang kita lakukan sekarang akan mempengaruhi apa yang akan terjadi kelak setelah kita mati.
Karena itu, jangan heran apabila malah banyak orang tua yang membawa anaknya mengunjungi hell garden macam gini. Tujuannya biar si anak tahu akibatnya apabila dia berbuat jahat dan tidak patuh pada ajaran kebaikan.
Well, soal efektif tidaknya cara menakut-nakuti seperti ini, di luar kuasa saya untuk membahasnya ya. He he he.
Setelah puas foto-foto sambil merenung di hell garden, kami melanjutkan perjalanan. Sayangnya, lokasi Wang Saen Suk ini jauh dari obyek wisata populer lainnya. Jadi, kami hanya lanjut ke Pantai Bang Saen (pantai berpasir putih yang populer di kalangan turis lokal), Bukit Khao Samuk Bang Saen yang banyak monyet liarnya (kami nggak turun dari mobil, trauma mengingat pengalaman di Uluwatu Bali saat kacamata saya tiba-tiba direnggut oleh monyet), lalu lanjut ke vihara Nha Ja Sa Tai Jue Shrine (Wihan Thep Sathit Phra Kiti Chaloem).
Berhubung nggak ada lagi yang bisa dilihat, kami memutuskan pulang ke Bangkok. Terkesan mubazir ya, jauh-jauh mengunjungi Wang Saen Suk Hell Garden trus balik lagi ke Bangkok. Bagi kami sih, enggak. Wang Saen Suk sudah cukup untuk kami. (Alternatif buat yang lebih turistik, mungkin bisa ke hell garden dekat Ayutthaya karena dari sana kalian bisa melanjutkan ke banyak obyek wisata di kota kuno Ayutthaya.)
Kami minta didrop saja di Platinum Mall. Setelah itu, supir bebas tugas deh. Enak ya punya kastemer seperti saya, nggak banyak mau hehehe.
Buat yang belum tahu Platinum Mall, ini salah satu pusat perbelanjaan favorit orang Indonesia. Katanya banyak baju-baju cantik nan murah bisa didapatkan di sini. Harga bisa nawar kalau kita beli grosiran.
Usai membeli titipan teman, kami langsung mencari food court. Perut lapar! Food court ada di lantai 6. Siang itu lumayan penuh sesak oleh pengunjung. Kami ngider dulu mencari ide mau makan apa. Pas sudah dapat yang dimaui dan order, baru tersadar kalau food court ini menerapkan pembayaran pakai kartu, ala Eat N Eat gitu.
Dengan perut kenyang, kami meninggalkan Platinum Mall untuk menuju mall selanjutnya: Siam Paragon. Berbekal Google Maps ternyata nggak cukup karena kami jadi bingung sekeluar dari Platinum. Sempat nyebrang, lalu balik lagi ke Platinum, lalu baru deh ketemu jalan yang benar. Ternyata simple banget kalau dari Platinum mau ke Siam Paragon. Cukup jalan kaki sampai ketemu skybridge yang menghubungkan berbagai mall di daerah itu.
Nggak kayak di Jakarta ya? Boro-boro ada skybridge, lha trotoar yang ada saja malah dijajah oleh PKL dan kadang jadi lintasan motor juga.
Apa yang kami cari di Siam Paragon?
Lagi-lagi nggak jauh dari makanan. Pacar mengincar baby octopus takoyaki yang foto dan videonya berseliweran di Facebook, alias ngetop banget. Bloc 26th, namanya. Adanya di food court di lantai bawah Siam Paragon. Penampakannya seperti ini.
Puas berkeliling dari satu lantai ke lantai berikutnya di Siam Paragon yang mewah, kami memutuskan pulang ke hotel. Naik taksi, cukup gampang. Cari saja halte di depan mall dan ikut mengantri. Akan ada petugas yang mengatur.
Malam itu kami menyempatkan diri naik ke lantai 77 tempat observation deck Baiyoke Sky Hotel. Karena kami menginap di hotel, tiket sudah termasuk dalam harga kamar. Buat tamu luar, musti beli tiket yang harganya sekitar THB 300-400 per orang.
Observation deck cukup menghibur, meski terkesan tua dan tidak segemilang Bitexco Tower di Ho Chi Minh City. Kita bisa melihat pemandangan kota dari lantai 77 ini. Karena sudah malam, jelas didominasi lampu-lampu kota yang bikin Kota Bangkok tambah cantik.
Perjalanan hari ketiga ini terasa melelahkan, jadi kami segera tidur setelah puas meninjau observation deck. Makan malamnya gimana? Gampang. Beli di Family Mart yang ada di lobby hotel. Sandwich cukuplah untuk mengisi perut. Oya, sebelum tidur, kami berkemas dulu karena rencananya esok hari akan pindah ke hotel lain. Tiga malam di Baiyoke Sky cukuplah, kami ingin merasakan pesona Bangkok di daerah yang lain.
Sampai jumpa di cerita hari berikutnya ya!