Gaya hidup minimalis

Akhirnya, Menikmati Kembali Hidup Sebagai Minimalist

Kembali ke akar sebagai seorang minimalis. Hidup terasa lebih ringan.

Jadi ceritanya, bulan November ini saya seminggu di Jakarta, seminggu di Semarang, dan dua minggu di Jogja.

Apa hubungannya dengan minimalis?

Saya – lagi-lagi – musti meninggalkan Bali sampai entah kapan. Nyari duit dulu yang banyak, singkat cerita gitu deh.

Karena kepergian saya yang boleh dibilang mendadak, banyak barang-barang yang saya tinggalkan di sana.

Beberapa barang saya hibahkan ke teman-teman.

Sisanya saya tinggal di kamar, buat si mbok.

Pas beberes barang itu, saya nggak banyak mikir. Kalau dulu masih suka sayang sama barang, kemarin itu saya langsung putuskan apakah ini tidak berharga, atau ini berharga untuk saya bawa.

Tanpa banyak mikir.

Hasilnya, saya hanya membawa satu koper dan satu ransel. Ada satu kardus yang isinya seperti buku-buku yang nggak banyak juga jumlahnya, yang saya titipkan ke seorang teman sampai nanti saya punya alamat tetap lagi.

Begitulah.

Seminggu di Jakarta, menginap di Bobobox lalu numpang di tempat teman yang kebetulan kosong karena dia keluar kota.

Lalu saya ke Semarang. Koper saya tinggal di tempat teman (iya nih, kebiasaan nyusahin teman, maaf ya). Dan saya cuma bawa satu ransel plus tas laptop untuk seminggu di Semarang, di rumah Ibu.

Kelar urusan di Semarang, saya mendadak dapat ide untuk lanjut ke Jogja. Kota dengan sejuta kenangan.

Begitulah. Masih dengan satu ransel dan satu tas laptop, saya tinggal di Jogja. Jadi anak kost lagi. (Eh, sempat dua malam tinggal di hostel ding, lain kali saya ceritakan.)

Dan ternyata memang saya nggak butuh banyak barang.

Kesibukan membuat saya tidak bisa seenaknya jalan-jalan. Jadinya ya di kost aja. Kerja, kerja, kerja, gitu deh. Pesan makan lewat Gofood, atau sesekali jalan ke warung sekitar.

Tidak perlu piring. Tidak perlu sendok. Tidak perlu gelas. Makan pakai tangan, minum dari air botolan.

Laundry seminggu sekali.

Perlu apa lagi?

Yang penting internet kencang.

*****

Dan tak terasa juga, minimalisme saya merambah ke aspek kehidupan lain.

Saya mengurangi aktivitas saya di media sosial.

Di dunia nyata, saya punya banyak teman. Segudang teman dari berbagai latar belakang.

Tapi kali ini, saya membatasi kontak saya hanya dengan beberapa saja.

Banyak pesan yang tak saya balas.

Kemarin, seorang teman mengirim pesan. Lalu mencoba menelepon. Dua kali, saya diamkan.

Maaf, saya sedang tidak punya energi untuk berhubungan dengan banyak manusia.

Kalau kelak saya kembali ke kehidupan saya yang biasa, bisa jadi saya akan kehilangan banyak teman. Nggak apa-apa. Nggak masalah.

Minimalis dalam berteman. Yeah.

*****

Entah, mungkin kekecewaan yang menimpa saya beberapa waktu lalu, terlalu besar sehingga saya lebih masa bodoh dengan kehidupan.

Sekarang saya sedang berupaya menata hidup saya kembali. Sendirian. Dengan bantuan beberapa teman dekat, tentunya.

Yang penting saya menikmati proses ini.

Minim keinginan. Minim harapan. Minim kebutuhan.

Tanpa dinyana, tulisan tentang Kembali ke Minimalisme bulan lalu, benar-benar terlaksana. Tanpa terpaksa. Tanpa banyak rencana dan rekayasa.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru