Ijinkan saya berkisah sekali lagi tentang keberhasilan saya berhenti merokok.
Itu bermula di suatu subuh bulan Desember 2009. Sudah subuh, tapi kami masih ngopi di satu cafe di bilangan Teuku Umar. Sudah beberapa lama saya batuk-batuk, tapi saya tetap saja menyalakan rokok yang ke sekian batang di subuh itu. Lalu dia menukas, “Kamu bandel, sudah tahu batuk, merokok juga. Gimana mau sembuh.”
Dan entah bagaimana, saya langsung matikan rokok yang sudah kadung menyala itu, sambil berucap janji: “Mulai sekarang saya nggak akan merokok lagi.”
Satu hari. Dua hari. Tiga hari. Kini, sudah tiga tahun lebih berarti saya berhenti merokok. Total berhenti.
Bagaimana bisa? Banyak yang bertanya, apa resepnya. Bagaimana metodenya.
Saya nggak punya resep. Itu terjadi begitu saja.
Beberapa hari setelah terucap janji itu, saya berpikir bahwa kalau saya berhenti merokok, itu bukan untuk dia, tapi untuk kebaikan tubuh saya sendiri. Dan benar. Tidur saya jadi lebih lelap. Batuk pun hilang.
Satu prinsip yang saya pakai, saya dapat dari orang-orang bijak itu, yang bilang kalau kita bisa mengerjakan satu hal selama satu menit, kita bisa mengerjakannya selama dua menit, satu jam, satu hari… dan seterusnya, selama yang kita inginkan.
Saya berhasil berhenti merokok satu jam. Saya teruskan menjadi satu hari. Berhasil. Satu minggu. Satu tahun. Dua tahun. Dan terus berlanjut.
Saya butuh dukungan. Saya post di Facebook, Twitter, mengenai keberhasilan saya berhenti merokok selama satu hari, satu minggu dan seterusnya itu. Dukungan dari semua teman membuat saya malu apabila saya mengkhianati janji saya.
Membangun kebiasaan (bagus) itu susah.
Tapi saya bisa.
Dan kalau saya berhasil berhenti merokok, mustinya saya bisa membangun kebiasaan yang lain lagi.
Target saya sekarang: bagaimana saya bisa membiasakan diri untuk bangun pagi.
Target kedua: bagaimana saya bisa regular menulis posting blog ini paling nggak sehari sekali.
Saya percaya saya bisa.