Postingan ini untuk bayar utang menulis. Mustinya topik untuk hari ke-21. What the three lessons do you want your children to learn from you? Karena saya tidak punya anak, dan tidak berencana punya anak, saya peruntukkan saja postingan ini untuk kalian-kalian anak muda, siapa tahu bisa belajar dari pengalaman hidup saya.
Without further ado, here are the three lessons I want you to learn from me.
Table of Contents
Toggle1. YOLO is good, but don’t take it the wrong way
You Only Live Once. Kalimat sakti ini jadi jurus pamungkas beberapa tahun terakhir apabila saya butuh alasan untuk bersenang-senang. Hidup cuma sekali ini, kenapa dibikin susah? Gitu.
Ya, kalau kita satu rumpun dengan Sisca Kohl sih, nggak masalah. Dia mau YOLO segimanapun, besok tetap bisa YOLO seumur hidup.
Tapi bersenang-senang dengan berpikir hidup cuma sekali, padahal masih ada esok hari, terbukti memberi dampak jangka panjang yang buruk bagi saya.
Jadi, terapkanlah YOLO secara benar.
Misalnya, ketika kita ragu ingin mempelajari hal baru. Ingat bahwa hidup cuma sekali dan mungkin kita cuma dapat kesempatan sekali itu, jadi sisihkan keraguan itu.
Atau ketika kita ingin berbuat baik bagi sesama. Kita tidak tahu apakah ada kehidupan setelah kita mati, dan seandainya ada, apakah di kehidupan mendatang kita masih mendapat kesempatan untuk berbuat baik. Jadi, mengapa musti ditunda?
2. Jadilah baik, tanpa peduli kata orang atau bagaimana orang memperlakukanmu
Terlalu … utopis? Masa’ ada sih orang berhati emas seperti itu, yang tetap menjadi baik meskipun dia diperlakukan tidak baik?
Saya sendiri belum bisa mempraktikkan ini 100%. Saya bukan Buddha, anyway.
Tapi ada satu kasus di mana saya sendiri heran, mengapa saya bisa tetap sebaik itu. Teman saya bilang, “Mbak, kamu baik banget.”
Mungkin karena saya melihat, dia melukai saya tanpa sadar penuh, dan ketika sadar, semua sudah terlambat.
Seperti salah satu penggalan Doa Bapa Kami. Ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat.
Saya juga menganggap, diri saya ini juga tidaklah sempurna.
Saya berbuat banyak kesalahan di masa lalu.
Saya melukai hati banyak orang.
Tapi hidup masih berbaik hati memberi saya kesempatan. Hidup masih mengucurkan berbagai kebaikan dari berbagai sumber.
Jadi, mengapa saya harus berpelit diri dan menahan untuk berbuat baik, hanya karena orang itu menyakiti saya, yang mungkin saja dilakukannya tanpa kesadaran penuh?
Tidak usah peduli kata orang.
Dengarkan kata hati. Dan jadilah orang baik.
3. Menjadi kaya itu tidak salah
Dulu saya mengartikan satu ayat dengan salah.
“Alangkah sukarnya orang yang beruang masuk ke dalam Kerajaan Allah. Sebab lebih mudah seekor unta masuk melalui lobang jarum daripada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.” (Lukas 18:24-25)
Jadi saya pikir, menjadi kaya itu tidak baik.
Menjadi kaya itu dibenci Tuhan.
Kita harus jauh dari kekayaan. Kita hidup nggak usah ngoyo. Sederhana saja. Tidak usah mengejar harta.
Itu pandangan saya sampai saya berumur 40-an tahun.
Di satu titik, saya tersadar bahwa, menjadi kaya itu tidak salah.
Dengan menjadi kaya, saya bisa membantu lebih banyak orang untuk melanjutkan pendidikan.
Dengan menjadi kaya, saya bisa membuka kesempatan bagi banyak orang untuk lepas dari kemiskinan.
Yang salah adalah jika kita menjadikan kekayaan sebagai tuan atas hidup kita. Menjadi hamba uang.
Uang, uang, uang melulu yang ada di pikiran kita. Itu yang salah.
Jadi kalian anak muda, mumpung masih banyak waktu, berusahalah. Tidak cukup dengan mengandalkan pekerjaan utama, tapi belajar juga satu skill yang bisa mendatangkan penghasilan tambahan.
Karena menjadi kaya, apalagi sedari muda, ternyata enak rasanya.
*****
Itu tiga pelajaran hidup yang saya rasa nggak istimewa-istimewa banget. But it’s easier to said than done. Memang ngomong itu gampang, mewujudkannya yang sulit.
Bonus: satu Tedx talks about YOLO. Worth to watch.