Bersyukur Dalam Setiap Perkara

Memilih Bersyukur Atau Mengeluh Dalam Setiap Perkara?

Saya menampar diri sendiri agar tetap bersyukur dalam segala perkara, bukannya mengeluh dalam setiap kesempatan. Ya sesekali curcol di social media memang tidak ada salahnya, namun cukup sesekali aja. Bukankah lebih asik berbagi keceriaan daripada berbagi keluhan?

Ada seorang kenalan (= bukan teman) yang hobinya berkeluh kesah. Ya, mungkin menurut dia, status-statusnya di berbagai social media itu bukanlah keluh kesah melainkan curahan perasaan… yang menurut saya, mayoritas adalah keluhan.

Bayangkan.

Hujan deras, mengeluh susah pergi ke kantor. Tapi saat panas terik, mengeluh bagai di neraka.

Habis gajian, mengeluh bingung mau beli yang ini atau yang itu. Tapi saat tanggal tua, mengeluh kapan sih gajian lagi.

Kena jalan macet, mengeluh capek nginjak rem dan kopling. Pas pulang kemaleman lewat jalan lengang, mengeluh seram.

Dan begitulah seterusnya dan seterusnya.

Memang sih, kalau kata ‘mengeluh’ di atas diganti dengan ‘bilang’, kesannya status yang dibuatnya itu jadi bukan keluhan. Cuma ya, karena saya ini sensitifitasnya tinggi dalam mendeteksi makna yang tersirat di balik yang tersurat, tetap aja bagi saya itu adalah keluhan. Keluhan terselubung.

Dan karena saya gemar bercermin pada orang lain (habisnya di kamar kost saya, sama sekali nggak ada cermin, serius!), saya menjadikan dia sebagai pengingat agar saya nggak jatuh menjadi manusia pengeluh segala perkara sepertinya.

Saat pagi badan ini berat banget diajak mentas dari tempat tidur, saya menahan diri untuk tidak menulis status, tapi saya membatin memaksa diri bersyukur bahwa udah bagus bisa bangun membuka mata. Banyak tuh yang meninggal dalam tidur!

Saat pekerjaan berat membayang selama perjalanan ke kantor, saya menahan diri untuk tidak menulis status (eh, banyak loh yang menyempatkan diri update status saat lampu merah, hanya untuk menulis: c a p e k.), tapi saya membatin memaksa diri bersyukur bahwa udah untung punya kerjaan, tuh banyak yang nganggur luntang lantung!

Saat saya lapar dan males cari makan atau masak, saya tidak menulis status “el a pe a er” (ya gimana biasanya saya kalau udah kelaperan nulis status pun tak sanggup karena lemas), pun tidak mengeluh pada pacar saya karena tanggapannya lempeng aja: lapar ya makan. Saya membatin memaksa diri bersyukur bisa merasa lapar dan bisa masak untuk mengenyahkan rasa lapar tersebut karena banyak di sekitar kita yang kalo lapar cuma bisa minum air putih.

Intinya, saya menampar diri sendiri agar tetap bersyukur dalam segala perkara, bukannya mengeluh dalam setiap kesempatan.

Ya sesekali curcol di social media memang tidak ada salahnya, namun cukup sesekali aja. Bukankah lebih asik berbagi keceriaan daripada berbagi keluhan?

Bersyukur memang hal yang sederhana dan biasa, namun sering terlupa. Mengeluh, demikian pula, adalah hal yang biasa sampai kita sering lupa bahwa mengeluh adalah sama dengan kurang bersyukur.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Indonesia darurat judi online

Indonesia Darurat Judi Online!

Mengikuti perkembangan zaman, sekarang perjudian muncul muncul dalam bentuk online. Popular istilah “judol” alias “judi online”, dan banyak pihak yang resah melihat fenomena ini tegas berkata: Indonesia darurat judi online!

Read More »

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru