Saya rasa saya sampai pada satu pemahaman baru tentang cinta. Tidak seperti dulu saat saya gemar mempertanyakan segala sesuatu, sekarang saya cenderung terdiam ketika terbentur pada pemaknaan apa saja termasuk cinta.
Saya cinta kekasih saya. Oya, itu sudah ribuan kali saya nyatakan, baik langsung kepada yang bersangkutan maupun di media mana saja di dunia maya ini. Bertebaran cinta saya yang terkadang berbumbu gombal, namun semua itu benar-benar berdasar rasa cinta.
Namun apabila ditanya sebesar apa cinta saya padanya, saya… hanya bisa terdiam.
Karena bagi saya cinta (sejati) tidak memiliki besaran. Lalu dengan apa saya bisa mengungkapkan sebesar apa cinta saya pada kekasih saya? Memakai ukuran apa? Takaran apa?
Saya mencintainya, banget-banget. Itu sudah jelas.
Tapi saya tetap tidak bisa mengatakan sebesar apa, karena saya yakin begitu saya bisa, cinta saya akan terbatasi oleh besaran yang saya ciptakan itu. Saya tidak mau membelenggu cinta saya.
Dan saya juga tidak peduli seberapa besar cintanya pada saya, sebagaimana dia juga tidak pernah mempertanyakan cinta saya padanya.
Ya, sungguh aneh apabila ada orang yang memohon pada Tuhan agar dikaruniai kekasih yang “mencintaiku sebesar aku mencintainya”. Aneh, bagi saya. Mengapa? Satu, karena cinta tidak mengenal besaran. Dua, kalimat “mencintaiku sebesar aku mencintainya” itu mengandung pesan bahwa: hey, cintailah aku sebagaimana aku mencintaimu. Timbal balik. Menerima dan memberi. Jatuhnya: hitung-hitungan, sibuk menakar apakah cintaku sudah sebesar cintanya, apakah cintanya sudah sebesar cintaku, apakah…. Ribet.
Cinta sejati, seperti juga kesejatian berbagai hal lainnya termasuk kebahagiaan dan kehidupan, bagi saya, tidak terkatakan. Maka kalau Anda ingin tahu seberapa besar, seberapa dalam, seberapa cinta saya pada kekasih saya, lebih baik lihat senyum saya, lihat binar mata saya. Di situlah Anda bisa temui jawabannya.
Menurut kamu, jatuh cinta itu rumit apa nggak? Kalau ingin tahu jawabannya, bisa baca kumpulan kata-kata indah Melissa Lusiana Tan dalam karya dia, “Ternyata Jatuh Cinta Itu Rumit“.