Bakmi Doring

Bakmi dan Nasi Goreng Doring Rasa Nostalgia

Sudah pernah merasakan Bakmi & Nasi Goreng Doring? Di Jogja, adanya.

Sewaktu di Yogyakarta bulan November lalu, seketika terbersit untuk berkunjung ke Bakmi & Nasi Goreng Doring di Jalan Suryowijayan. Terakhir saya berkunjung ke sana, sepertinya sudah lebih dari lima tahun silam.

Oya, lokasi Nasi Goreng Doring ini sudah beda dengan lokasi aslinya ya. Tidak terlalu jauh jaraknya, tapi lokasi aslinya ada di tepi Jalan Suryowijayan. Tempatnya lesehan gitu, yang kadang melebar sampai ke trotoar kalau sudah penuh pengunjung.

Kalau yang baru ini, agak masuk gang gitu. Mudah dijangkau oleh mobil.

Saya sengaja datang sebelum jam enam sore. Menghindari antrian. Soalnya bakmi dan nasi goreng mereka ini digoreng satu demi satu. Personalized, gitu. Jadi butuh waktu lama.

Tentu saja, mereka masih masak pakai arang. Rasa masakannya jadi lebih mantap dan beraroma.

Jadi kalau kalian kelaparan, mending bawa cemilan atau ganjel perut dikit, agar tidak bad mood ketika menunggu masakan siap.

Hanya ada sepasang suami istri yang sedang asik menyantap makanan mereka. Saya curiga, mereka juga punya misi sama seperti saya: mencicipi nasi goreng rasa nostalgia.

nasi goreng doring jogja menu
Menu Bakmi & Nasi Goreng Doring

Pesanan saya tak berubah. Nasi goreng magelangan plus teh poci.

Teh poci dengan gula batu dan termos isi air panas, segera datang. Lumayan jadi teman mengulik kenangan.

nasi goreng doring jogja teh poci
Teh poci yang pekat nan sedap dengan gula batu

Sementara saya mengaduk-aduk gula batu (sebenarnya minum teh poci yang benar, tidak perlu diaduk gula batunya, biarkan larut sendiri), hati dan benak saya juga teraduk-aduk oleh kenangan.

Saya pertama kali mengenal Doring ini bersama teman-teman saya di UKM Catur UGM. Jadi yah sekitar tahun 1990-an gitu.

Rutin, kami datang beramai-ramai ke Doring ini.

Dan sedari dulu, peminat Doring ini memang kaum yang dewasa plus tua. Jarang kami lihat remaja yang datang, kecuali datang beserta keluarganya.

Tak ada bosannya kami mengunjungi warung ini, meski terkadang kecewa saking penuhnya kami tidak mendapat tempat.

Sekarang, karena tempat makan sudah menjamur dan banyak tempat kekinian yang instagrammable, saya rasa pamor Doring mulai memudar.

Sepasang anak muda datang. Sepertinya YouTuber atau content creator apalah, karena si cowok sibuk mengambil foto, video, dan mewawancarai si ibu yang sedang asyik menyiapkan pesanan saya.

Ketika nasi goreng magelangan tiba, saya langsung mak nyes.

nasi goreng doring jogja magelangan
Nasi goreng magelangan favorit saya sedari dulu

Saya sendirian, namun hati saya hangat oleh kenangan. Sosok teman-teman – beberapa sudah tiada – serasa menemani suap demi suap. Percakapan ngalor ngidul kami kala itu, yang selalu tak lepas dari tawa, kembali menggema di benak saya.

Nasi goreng magelangan yang saya santap, rasanya masih otentik seperti yang saya ingat. Nasinya tidak begitu lembek, namun juga tidak begitu kering. Dicampur dengan bakmi, bumbu khas yang sedikit manis khas Yogya.

Oya, bagi yang belum paham, magelangan itu istilah untuk nasi goreng + bakmi goreng. Kalau di beberapa daerah, istilahnya sego mawut.

Tentu saja ada yang berbeda. Tempat yang sekarang menyediakan meja dan kursi, beda dengan dahulu yang lesehan dengan meja rendah.

Gelas yang disajikan sebagai pendamping poci teh, saya rasa juga berbeda. Seingat saya, dahulu saya minum dari cangkir mungil nan cantik, yang seringnya sudah cuwil pinggirannya.

Namun teh pocinya masih tetap sama. Nasgitel. Panas, legi, kentel. Panas, manis, kental.

Saya mengintip ke dalam poci. Kerak teh yang ada di sana entah sudah seberapa tebal. Sepertinya bisa laku belasan juta ini poci kalau dijual ke kolektor.

Puas menyantap nasi goreng magelangan yang porsinya pas buat saya (kalau buat cowok, sepertinya perlu pesan dua porsi), saya membayar ke ibu yang mulai sibuk melayani pengunjung yang baru datang.

“Doring itu, apa artinya, Bu?”

“Oh, itu singkatan dari tendo miring.”

Alias tenda miring, karena dulu di tempat awalnya, tenda yang mereka dirikan sedikit miring.

Tiga puluh tahun lebih saya mengenal Doring, baru kali ini saya paham maknanya.

Gobike sudah tiba. Saya segera meninggalkan tempat penuh kenangan itu, kembali ke Wonderloft Hostel tempat saya menginap, yang hanya berjarak sekitar dua kilometer.

Seperti rindu dan dendam, haus nostalgia akan makanan harus dituntaskan. Malam itu, saya tuntaskan, dan saya puas.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru