Produk vs Pemasaran Mana Yang Lebih Penting

Produk, Atau Pemasaran? Mana Yang Lebih Penting?

Suatu ketika saya pernah bertukar pikiran dengan teman-teman di kantor lama. Pertanyaannya sederhana: mana yang harus didahulukan, produk atau pemasaran?

Pertanyaan itu timbul gara-gara produk yang kami siapkan tertunda melulu peluncurannya karena selalu saja ada yang salah produksi, sementara jajaran elite di perusahaan malah menggeber upaya marketing atau yang berkenaan dengan itu, tanpa melihat bahwa kami berteriak-teriak: “INI LHO PRODUKNYA BELUM BENER, LANTAS APA PERLUNYA MARKETING KALAU YANG MAU DIJUAL SAJA BELUM BERES???” (Maaf, huruf kapital hanya sebagai gambaran betapa gemasnya kami pada saat itu.)

Jadi, mana yang lebih penting, produk atau pemasaran?

Sampai sekarang saya tetap berpendapat: produk. Lha sampeyan mau jualan apa? Mau memasarkan apa? Produk, bukan? Nah, beresin dulu produknya, baru geber marketingnya.

Tapi ‘kan, marketing yang jago bakalan bisa menjual produk yang sederhana menjadi terlihat canggih?

Oke. Taruhlah kita punya produk kacang kulit. Sederhana ‘kan? Tapi kita punya jagoan marketing yang bisa menciptakan seribu jargon sehingga orang-orang terpesona akan keindahan kacang kulit itu, betapa kacangnya bernas berisi, nggak ada kacang yang kopong isinya, kacang berkualitas tinggi ini anti-mencret jadi kita bisa makan sekilo dua kilo sekaligus tanpa khawatir ada efek samping pada pencernaan, dan konon kulitnya pun terasa garing dan renyah sehingga bisa dimakan (kalau sudi). Bla bla bla.

Namun sejago-jagonya jagoan marketing kita, percuma sampai berbusa dia menawarkan produknya, apabila ternyata kacang kulit itu tidak diproduksi secara benar. Banyak yang busuk, yang bernas cuma satu-dua, mayoritas malah kacangnya kurus-kurus, kulitnya pun nggak ada bedanya sama kulit kacang yang digoreng pasir.

Di buku “Rework“, kalau nggak salah (saya malas memastikannya, maaf) ditulis bahwa kita musti fokus pada inti produk yang akan kita jual. Focus on the epicenter. Baru setelah beres, kita bikin modifikasi. Inovasi. Varian-varian.

Tapi produk intinya sudah beres duluan.

Jangan seperti orang mau jualan es krim. Udah heboh kios eskrimnya warna apa, nama warungnya apa, logonya gimana, promo apa yang akan dijalankan, nanti seribu rasa yang akan dikreasikan, kerjasama dengan penerbit kartu kredit misalnya. Lantas di penghujung hari setelah semuanya siap, baru tersadar: es krimnya mana? Pun es krim satu rasa, belum siap sedia.

Memang, produk yang sempurna tidak akan pernah tercapai. Tapi ada standar minimum, yang bisa jadi patokan apakah sebuah produk sudah bisa diluncurkan atau masih harus digodok lebih matang lagi. Begitu standar minimum itu tercapai (atau nyaris tercapai), bolehlah usaha marketing dijalankan bebarengan, tanpa kehilangan konsentrasi untuk mengawasi kualitas produk kita.

Kuatkan produk.

Jalankan pemasaran pada saat yang tepat dan terarah.

Sederhana, bukan? Sayangnya, kesederhanaan itu susah laku pada jaman sekarang. Orang lebih tersihir oleh kata-kata bombastis, kalimat-kalimat susah dimengerti, dan alhasil mengambil simpulan yang salah, lantas menyusun strategi yang lebih salah

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Indonesia darurat judi online

Indonesia Darurat Judi Online!

Mengikuti perkembangan zaman, sekarang perjudian muncul muncul dalam bentuk online. Popular istilah “judol” alias “judi online”, dan banyak pihak yang resah melihat fenomena ini tegas berkata: Indonesia darurat judi online!

Read More »

satu Respon

  1. menurut saya produk dan pemasaran sama-sama penting, tergantung kita melihat dari besar demand atau supplay nya, ketika demand lebih besar di banding kan supplay kita bisa mengatakan bahwa yang lebih penting adalah produk, karena untuk memenuhi demand di pasar,
    namun ketika supplay lebih besar dari pada demand pemasaran lah yang lebih penting,,,
    itu pendapat saya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru