Menyambung tulisan sebelumnya tentang ringkasan perjalanan ke Da Nang dan ke Golden Bridge Ba Na Hills, kali ini saya akan coba mengurai ingatan tentang anniversary trip kami yang kelima ke Kota Da Nang, Vietnam. Seperti saya pernah sebutkan, itinerary kami sederhana sekali. Nggak ada target harus jam sekian mulai tour dan jam sekian makan dan berbagai aturan lainnya. Kami enjoy saja, yang penting target utama kami tercapai.
Selain Golden Bridge, yang menjadi target kunjungan kami adalah Kota Hoi An, yang terkenal sebagai ancient town dan adalah salah satu kota heritage yang masuk dalam daftar UNESCO sebagai kota warisan budaya.
Sebenarnya banyak paket menarik yang ditawarkan dengan pilihan mengingap satu, dua atau tiga malam di Hoi An. Namun kami memilih membeli paket tour yang disediakan oleh Moc Lan Boutique Hotel bekerja sama dengan agen wisata mereka.
Paket wisata yang kami pilih mulai dari jam empat sore. Sebuah van (semacam HiAce gitu ya) menjemput kami, lalu menjemput beberapa tamu lagi sebelum meluncur ke luar kota Da Nang.
Seperti biasanya, kami dimampirkan ke satu pusat oleh-oleh yang menjual berbagai batu permata dan bebatuan lainnya, sampai ke patung batu marmer segede gajah.
Tentu saja kami tidak membeli apapun, dan hanya melihat-lihat sambil menunggu penumpang lainnya berbelanja.
Perjalanan berlanjut ke Marble Mountain. Dari puncak bukit ini, kita bisa melihat hamparan pemandangan termasuk Kota Da Nang di kejauhan (jauh banget dah).
Karena saya sudah renta, saya menyerah di tengah jalan dan menunggu saja sementara pacar yang naik naik ke puncak bukit dan mengambil foto di atas. Saya lemah, ya? Hehehe.
Sebenarnya, ada bukit yang menyediakan lift, tapi mungkin harga tiket masuknya beda dengan yang tercantum di paket. Jadi ya saya pasrah saja dengan kerentaan saya, daripada memaksa diri menaiki ratusan anak tangga.
Dari Marble Mountain, kami cus meluncur ke Kota Hoi An.
Sebenarnya dari Da Nang ke Hoi An hanya butuh waktu satu jam berkendara, tapi karena mampir-mampir, malam sudah menjelang saat kami tiba.
Dari area parkir mobil, kami berombongan (semobil kalau nggak salah bersepuluh, couple semua) jalan kaki menuju restoran lokal untuk makan malam.
Restorannya benar-benar lokal alias di teras rumah penduduk gitu, sedikit masuk gang. Kami semeja dengan sepasang suami-istri muda dari Vietnam yang baru saja menikah.
Makan malam ala kadarnya, boleh dibilang, tapi no complaint lah, enjoy saja selama masakannya segar dan mengenyangkan.
Setelah makan malam, kami dibebaskan oleh pemandu wisata untuk menjelajah Kota Hoi An sendiri-sendiri alias ya dilepas gitu aja. Cuma dikasih petunjuk arah mana yang harus ditempuh, dan jam berapa kami harus berkumpul di area parkir mobil.
Satu demi satu bangunan mulai menarik hati kami. Hanya saja, karena nggak ada pemandu wisata, kami jadi tak paham cerita di balik bangunan-bangunan tua nan cantik ini.
Di kawasan kota tua Hoi An, nggak boleh ada motor. Jadi kami santai berjalan kaki, bergandengan tangan di bawah naungan lampion-lampion.
Hoi An memang terkenal sebagai kota lampion. Karena itu, banyak yang bilang berkunjung ke Hoi An lebih baik pas malam hari agar bisa menikmati jajaran lampion di sana-sini.
Romantis banget deh. Apalagi saat itu, hujan rintik-rintik.
Bangunan-bangunan tua berdiri terawat, beberapa dijadikan kafe, toko cinderamata atau restoran.
Sayang, hujan mulai deras. Kami berteduh di satu warung kopi, beristirahat sembari menikmati kopi Vietnam.
Dan kami mulai menyesal, mengapa kami tidak bermalam di kota tua ini.
Hoi An sungguh romantis. Rugi sangat rasanya cuma beberapa jam menapakkan kaki menjelajah gang demi gang. Saya merekomendasikan paling tidak, semalam menginap untuk lebih menyerap spirit masa lalu yang masih tersisa di bangunan-bangunan yang terawat.
Hujan deras berhenti. Waktunya mencari parkir mobil kami. Karena saya dan pacar navigasinya parah, kami menyasar cukup jauh, tapi enjoy saja, bergandengan tangan, bernyanyi sambil berjalan pelan, padahal jalanan remang-remang dan di beberapa bagian benar-benar gelap.
Tapi kami santai karena merasa aman. Entah ya, kalau jalan-jalan di negara Indochina macam Kamboja, Vietnam dan Bangkok, kami selalu merasa terlindungi meski di jalan gelap dan sepi. Coba kalau di Jakarta. Sudah ask a friend for help, pastinya!
Di parkiran, ternyata kami penumpang pertama yang tiba. Satu demi satu peserta muncul, dan paling akhir si pasangan hanimun yang semeja makan malam bersama kami itu.
Perjalanan pulang ya gitu gitu aja sih. Sekali ngedrop pasangan bule yang ternyata menginap di Hoi An, lalu langsung meluncur ke Da Nang. Kami jadi pasangan terakhir yang diturunkan di hotel kami.
Kurang lebih, tour kami memakan waktu 8 jam, dari mulai dijemput sampai kami kembali ke hotel.
Kapan-kapan, mau ah ke Hoi An lagi. Dan harus menginap!