Ini bakalan jadi artikel terakhir tentang perjalanan kami di Cebu. Berikut tautan artikel sebelumnya:
- 2nd Anniversary Celebration: Cebu Island
- Hari Ketiga: Mengelilingi Cebu Dengan Motorbike Tour
- Tepat Dua Tahun Jadian: Perayaan di Pulau Mactan
Di bagian terakhir ini, saya bahas hari kelima sampai hari ketujuh karena memang nggak banyak lagi cerita yang tersisa.
Table of Contents
ToggleHari Kelima, 3 November 2015
Ini hari terakhir kami di Cebu. Karena kami memesan kamar room only alias without breakfast, maka saya nggak bisa bercerita tentang breakfast ala Costabella Tropical Beach Hotel ini. Kami leyeh-leyeh di kamar saja sampai waktunya check-out jam 10 pagi. Bye bye, Costabella!
Kami naik taksi ke Mactan Airport. Mactan Airport ini nggak gede. Jangan bandingkan dengan bandara kita di Jakarta, Bali atau Surabaya. Tapi nggak seimut Bandung juga sik.
Pas nyampe bandara, baru kami tahu bahwa masih ada airport tax yang harus kami bayar. PHP 750 per orang. Sebel jadinya karena uang peso kami sudah menipis. Terpaksa tarik lewat ATM deh. (Sebenarnya nggak disarankan untuk tarik uang di luar negeri via ATM. Selain kursnya rendah, kita juga kena charge, kalau di Cebu ya kena sekitar Rp. 25,000 sekali tarik duit.)
Setelah itu ya nggak ada cerita berarti. Menunggu boarding time, nongkrong di kafe, duduk-duduk di lounge sampai mati gaya, apalagi pas diumumkan pesawat delay sampai hampir dua jam.
Akhirnya terbang dan mendarat di Kuala Lumpur dengan selamat.
Ceritanya karena kantor pusat saya di Kuala Lumpur, saya masukkan ke itinerary deh untuk mampir ke kantor sehari. Sayang kalau langsung pulang ke Jakarta. Jadi, kami menginap lagi di Kuala Lumpur dua malam.
Kalau sebelumnya kami menginap di Prescott Hotel Kuala Lumpur Sentral, kali ini kami pindah hotel ke Sandpiper Hotel di Jalan Pudu. Gara-garanya waktu malam pertama di Kuala Lumpur, saat kembali ke hotel dari Alor Street kami melintasi Jalan Pudu dan melihat Sandpiper Hotel sangatlah menarik.
Ternyata, beneran hotel budget sih. Kamarnya seuplik banget. Dan banyak tamu India, karena ternyata di belakang hotel itu ada temple sehingga banyak orang India memilih hotel ini. Plusnya sih, karena terletak di kawasan ramai, jadi gampang untuk cari makan. Kami makan di kopitiam di sebelah hotel, dan karena sudah terlalu malam untuk berjalan-jalan, kami memilih langsung tidur.
Hari Keenam, 4 November 2015
Hari ini sesuai rencana, saya berangkat bekerja ke kantor di bilangan Mid Valley City. Ada banyak tempat makan yang sudah buka untuk sarapan, meskipun Mid Valley Mega Mall baru buka jam sepuluhan. Kami breakfast dulu berdua di satu kafe, pesan bubur ayam yang encer banget nggak kayak bubur ayam Jakarta. Cuma enaknya pake ikan teri, dan baru tahu kalau bubur ayam + teri = enak sekali. Minumnya pesan Es Milo dengan ukuran gelas jumbo. Puas deh!
Dan seharian saya di kantor, nggak perlu diceritakan di sini ‘kan? Intinya ya full day of meeting, karena saat itu kami sedang kejar tayang untuk launching sistem kami yang baru. Sementara saya bekerja, kekasih berkeliaran saja dari mall ke mall. Dari Mid Valley Megamall pindah ke Berjaya Times Square lalu ke Fahrenheit, Sungei Wang, dan berakhir di Pavilion. Di Berjaya dia menemukan boneka dan tas Totoro yang lucu sekali. Kami fans berat Totoro, lho.
Sore jelang malam saya menjemput kekasih di Pavilion, beli sepatu DocMart dulu (penting!) lalu kami pulang. Niatnya jalan kaki karena saya pikir antara Bukit Bintang ke Sandpiper Hotel cukup dekat, ternyata kami nyasar. Bertanya ke orang malah semakin nyasar, kapok deh! Alhasil nyetop taksi dan keluar deh RM 10 untuk pulang ke hotel.
Kami bergegas mandi lalu segera pergi ke tujuan favorit kami: Alor Street!
Ada teman yang melihat foto kami makan di gerobak steamboat di Alor Street dan berkomentar, “Kayak gitu juga ada di Blok M!” Well, we are that cheap tourist with cheap taste, some may say. Meskipun kalau menurut saya, di jaman globalisasi begini, hampir semua yang ada di satu tempat, ada di tempat lainnya. Meskipun beda kota, beda negara. Sushi nggak cuma ada di Japan, tapi juga hampir di semua negara. Nggak cuma di kota besar macam Jakarta, tapi juga sudah merambah kota kabupaten macam Ambarawa.
Terkadang, yang terpenting itu bukan tentang apa, tapi dengan siapa kamu menikmatinya.
Dan bagi saya, minum kopi terasa berbeda bila ada kekasih atau teman-teman baik di samping saya. Makan ala fine dining nggak bikin saya bangga, dan nggak bikin saya bahagia kalau saya makan sendirian tanpa teman.
Jadi begitulah, kami tetap saja menikmati Alor Street dengan segala keriuhannya. Kami malah nggak pergi ke Petronas dan Twin Tower, nggak penting. Kami memilih mencicipi makan di gerobak dan warung-warung sepanjang Alor, sambil tetap beli kacang berangin alias chestnut kesukaan.
Pulang dari Alor Street, kami beristirahat saja di kamar sambil packing, karena besoknya penerbangan kami adalah penerbangan pertama.
Hari Ketujuh, 5 November 2015
Pagi-pagi buta kami sudah bangun dan bersiap. KLIA Express jalan mulai jam 5.15 pagi. Niatnya sih naik KLIA, tapi ternyata supir taksi menawarkan untuk mengantar sampai bandara. RM 90 not bad lah, jadi daripada naik turun kereta, kami naik taksi ke KLIA 2.
Proses check-in berjalan lancar. Karena masih punya banyak waktu, kami sempatin belanja, nongkrong minum kopi dan pulang deh. Mendarat di Jakarta dengan selamat, kembali ke rutinitas, kembali ke kemacetan yang saya cinta.
Begitulah perjalanan kami. Nggak begitu istimewa, ya? Buat kami sih, sangat istimewa, karena ini perjalanan kami berdua yang pertama ke luar negeri, dan perjalanan ini dalam rangka memperingati dua tahun hubungan kami. Tahun depan, enaknya ke mana ya?
Kalau mau tahu lebih jauh tentang hotel-hotel yang tertera di artikel ini, silakan klik button di bawah ini ya.
[maxbutton id=”6″] [maxbutton id=”4″] [maxbutton id=”2″]