Selama belasan tahun berkarir, saya memiliki banyak pengalaman dalam merekrut dan mewawancarai calon pegawai. Dari berbagai ragam lamaran yang masuk ke mailbox, saya sering merasa sedih karena menemukan bermacam kesalahan sepele dalam penulisan CV.
By the way, nggak, saya nggak berkarir di HRD/Personalia. Cuma kebetulan spesialisasi saya adalah “babat alas”, semacam membuka lahan gitu deh untuk company yang akan atau baru berdiri (not literally ya, nanti kamu pikir saya kerja di perkebunan kelapa sawit).
Kembali ke kesalahan sepele yang saya temukan dalam berbagai macam CV yang pernah ada dalam genggaman. Tsah.
Kesalahan sepele yang berakibat tidak sepele.
Dan saya jadi sedih, bener! Karena saya tahu mencari kerja itu tidak gampang, tapi bagaimana mereka bisa mendapatkan pekerjaan apabila CV yang dikirimkan saja tidak meyakinkan?
HRD pasti akan memanggil kandidat yang berkualitas.
Dari mana mereka tahu kandidat ini berkualitas atau nggak? Ya dari CV yang mereka kirimkan.
Sisanya? Masuk tempat sampah saja.
Berikut kesalahan-kesalahan sepele dalam penulisan CV yang berakibat tidak sepele (tidak diikutsertakan dalam proses rekrutmen selanjutnya itu nggak sepele, ‘kan?):
1. Salah ketik atau salah eja
Ini paling bikin saya gemas. Hal sepele seperti salah ketik ini seharusnya bisa dengan mudah dihindarkan, asalkan kamu mau membaca ulang CV, lagi dan lagi sebelum mengirimkannya. Apalagi jika kamu menulis CV dalam bahasa Inggris sedangkan sebenarnya kemampuan bahasa Inggris kamu payah. Kalau kamu cerdas, dengan menggunakan MS Word kamu mudah mengecek ejaan dan grammar. Sudah ada tool yang tersedia kok di MS Word. Jangan malas!
2. Alamat email tidak profesional
Bikin drop aja kalau saya mendapati CV dengan alamat email seperti ini: [email protected] atau [email protected]. Hal kecil seperti ini bisa menunjukkan karakter kamu (misalnya si yourcutiepie ini menimbulkan asumsi orangnya kekanak-kanakan dan suka dipuji, atau si hotandhandsomemrbudi ini orangnya percaya diri dan narsis karena menganggap dirinya sendiri handsome). Apa susahnya sih bikin email seperti (misal aja nih): [email protected]? Kalau namamu pasaran, bisalah ditambahkan angka atau kata yang nggak norak, misalnya: [email protected] (ada ‘kan yang namanya cuma ‘Budi’ doang?). Btw, repot juga ya kalau punya nama ‘Tuhan’. Bikin email apapun dipikir orang bercanda. Masa’ iya harus bikin semacam ini: [email protected]?
3. Terlalu panjang
Percaya atau tidak, saya pernah menerima CV lengkap dengan lampirannya sebanyak 70 halaman! 70 halaman bray! Isinya apa aja? CV sendiri memakan kurang lebih 10 halaman, riwayat pendidikan dari jaman TK sampai universitas dicantumkan semua. Lampiran terdiri dari berbagai copy sertifikat, ijazah dan tanda penghargaan. Sewajarnya nih, CV itu cukup dua halaman! Tiga halaman masih boleh deh. Kalau CV kamu terlalu panjang, selain bikin lelah yang baca, bikin gede ukuran file juga kalau kamu kirim CV lewat email. Kasihan yang musti download file 15 GB. (Tentang si pemilik CV 70 halaman itu, saya panggil juga untuk wawancara hanya sekedar ingin melihat wujud nyata orangnya kayak apa sih. Tentu langsung gugur setelah wawancara karena ternyata pembawaan dirinya di dunia nyata sama parahnya dengan CV yang dia kirimkan.)
4. Riwayat kerja ditulis dalam kronologi yang salah
Yang ini sepele banget tapi bikin gemes. Taruh pekerjaan terbarumu di urutan paling atas, karena para pewawancara paling ingin tahu tentang pekerjaan terbarumu, bukan pekerjaanmu sepuluh tahun yang lalu.
5. Berbohong
Ada ‘bohong halus’ seperti bluffing atau omong besar. ‘Bohong halus’ seperti ini hanya bisa terdeteksi ketika kamu diwawancara. Namun ada ‘bohong kasar’ yang tidak termaafkan, dan ini beneran lho bukan hanya karangan saya: copy paste CV orang lain. Kok bisa? Iya, coba aja ke Linkedin lalu copy salah satu profil yang kamu suka, lalu kamu pindahkan ke CV kamu. Dalam kasus yang saya temui, parahnya adalah ada tempat kerja yang lupa diedit jadi langsung deh ketahuan bohongnya.
6. Salah mencantumkan detil kontak
Ini juga kesalahan sepele. Salah menulis nomor telepon atau alamat email itu sepele tapi fatal! Mending kalau HRD itu teman dekat kamu yang sudah punya nomor kontak kamu atau punya LINE kamu (duh, akrab ya!). Kalau nggak? Sekali dua kali kamu tidak berhasil dihubungi, ya sudah, relakan saja kesempatan kamu untuk dipanggil wawancara. Makanya, balik ke no 1 nih, jangan malas! Cek dan ricek lagi CV kamu sebelum dikirim.
7. Mencantumkan data-data yang tidak relevan
Data-data yang tidak relevan ini misalnya: prestasi atau skill yang tidak berhubungan dengan dunia pekerjaan yang kamu incar, hobby atau data personal lain yang tidak penting dan tidak ‘wow’. Bikin panjang CV aja! Ingat, tidak selamanya panjang itu enak, eh, baik.
8. Nama file atau attachment tidak jelas
Biasakan mengedit nama file agar yang menerima nggak pusing menerka-nerka isinya apa. Daripada memakai nama file “untitled.docx” mending pakai “CV_SuzanaWidiastuti.docx”. Iya ‘kan? Demikian juga dengan attachment, akan membingungkan jika attachmentnya “file1.jpg”, “file2.jpg” apalagi kalau terselip “ariel.g3p”.
9. Desain / layout yang memusingkan
Kamu pasti ingin CV kamu tampak indah dipandang. Iya, itu harus! Tapi jangan terlalu berlebihan. Yang penting CV kamu rapi dan enak dibaca, menggunakan layout sederhana gapapa asalkan rapi. Kecuali kalau pekerjaan kamu berhubungan dengan dunia kreatif ya, itu lain lagi.
10. Tidak disertai dengan ‘cover letter’
Paling sebel nih kalau terima CV lewat email dengan isi email seperti ini:
Dear Ibu Suzana,
Terlampir CV nya ya Bu. Makasih.
Best regards,
Kevin Cosner
Mbok ya dijelasin di email bahwa kamu mengirimkan CV dengan tujuan ingin mendapatkan posisi sebagai apa, sebutkan juga dari mana kamu mendapatkan informasi tentang lowongan itu, dan seterusnya dan seterusnya (tentang cover letter ini sebaiknya dibahas tersendiri deh).
*****
Selain sepuluh kesalahan di atas, jangan lupakan juga dua hal yang posisinya antara ya dan tidak diperlukan dalam penulisan CV:
1. Foto
Di beberapa negara, CV tidak perlu dilampiri dengan foto. Di Indonesia, hal ini sepertinya masih diperlukan. (Saya sendiri sudah tidak melampirkan foto di CV saya, kecuali diminta sebelumnya.) Yang jelas terlarang adalah melampirkan foto yang sembarangan, misalnya diambil dengan kamera hape dengan sentuhan 360 pas lagi diving. Lebih baik kamu ke studio foto untuk mendapatkan hasil foto yang bagus dan profesional.
2. Referensi
Beberapa menganjurkan cukup mencantumkan “References are available on request”. Namun di Indonesia, di mana koneksi masih berperan kuat, mencantumkan referensi saya rasa nggak ada salahnya apalagi jika sudah dimaksudkan di iklan lowongan. (Saya sendiri sekarang memilih mengupdate CV saya dengan “References are available on request”.)
*****
Demikianlah, permenungan hasil pengalaman pribadi saya berkutat dengan beragam CV dari berbagai level. Satu tips sebagai penutup: jangan sungkan untuk meminta orang lain menjadi proof-reader sebelum kita mengirimkan CV. Teman dekat bisa kita mintai tolong untuk membaca CV kita dan memberi sumbang saran untuk perbaikan. Mata orang lain terkadang lebih jeli, bukan?
Oya, selain CV dalam bentuk dokumen, kamu bisa juga bikin online CV atau online resume (di beberapa negara termasuk Inggris, CV dan Resume itu terkadang berarti sama). Gunakan Linkedin. Kalau nggak, bikin online resume seperti ini: www.suzan.web.id. Okay?
4 Responses
Kocak juga 😀
Ngakak bagian CV lampirannya sampai 70 halaman. Beda tipis sama proposal skripsi itu. HAHAHAHA
Hehe iya mas, kisah nyata ini. Memprihatinkan ya, segala macam sertifikat dilampirkan… untung nggak melampirkan sertifikat tanah 😀
Terima kasih ya sudah mampir dan membaca!
Wah beruntung banget baca blog ini. Sangat membantu
Mau tanya sekalian dong, kalau sertifikat yg sudah 10 tahun yg lalu masih etik gak ya untuk dilampirkan?
Kalau menurut saya, selama sertifikatnya masih relevan dengan dunia kerja sekarang, tidak masalah untuk dilampirkan. Misalnya kalau dulu pernah dapat sertifikat MS Office tapi yang 2007, sementara kalau sekarang paling nggak MS Office 2013, berarti sudah tidak relevan.
Terima kasih sudah mampir dan membaca ya Mbak.