Separah apa rasa lapar yang pernah kamu rasakan?
Mengenang pengalaman saya tentang rasa lapar itu selalu teriringi oleh sebuah karya Dostojevsky, “Catatan dari Bawah Tanah” (saya juga samar-samar tentang ini, tapi saya rasa ini buku yang saya maksud). Ada cerita tentang lapar yang sedemikian rupa dan nyaris tak tertahankan oleh sang tokoh, sampai ia menggondol tulang sapi dan menggerogoti sisa-sisa daging yang menempel di tulang itu.
Saya pernah merasakan lapar separah itu.
Waktu itu saya menggelandang di Bali selama enam bulan. Uang saku kian hari kian menipis. Pagi itu uang saya tidak cukup untuk membeli sarapan, pun untuk naik angkot ke kantor teman saya. Akhirnya saya berjalan kaki. Saya melewati rumah dengan pohon belimbing rindang di halamannya. Dan buah-buah belimbing yang jatuh dari pohon karena terlalu matang dan nyaris busuk, terhampar di rerumputan.
Saya menelan ludah melihat belimbing-belimbing berserakan itu.
Saya nyaris nggak bisa menahan diri untuk memungut dan menyesap belimbing itu, sekedar memberi asupan pada perut saya yang mulai meronta akibat lapar tak tertahankan.
Saya bergegas melewati rumah itu, sampai di kantor teman saya dan langsung menyeduh mie rebus untuk menyelamatkan tubuh saya yang terasa mau pingsan.
Rasa lapar itu berkombinasi dengan rasa nelangsa karena tak bisa memenuhi tuntutan perut dengan selayaknya.
Saya nggak akan pernah lupa rasa lapar yang tak tertahankan itu.