“I’m just wondering, where have you been all my life?”
Satu pertanyaan sederhana yang terucap oleh kekasih saya.
Mengapa kami tidak bertemu terlebih awal, mengapa baru belakangan ini, mengapa tidak sedari dulu sehingga kami tidak usah melewati luka, mengapa tidak sedari dulu kami hadir dalam cerita keseharian kami masing-masing?
Mungkin, kalau kami bertemu sedari dulu, kami nggak akan jadian dan berkasih-kasihan seperti sekarang. Mungkin, apabila saya mengambil langkah mendekatinya saat saya hidup di Jakarta, jadinya malah cerita drama karena saat itu dia masih berhubungan dengan mantannya, si Bunga. Mungkin, apabila dia bertemu dengan saya dahulu, dia malahan jadi ilfil karena saya bukanlah saya yang sekarang. Saya masih kekanak-kanakan sungguh, masih egois, masih posesif, masih insecure teramat sangat.
Jadi, bukankah memang benar bahwa semua akan indah pada waktunya? Klise, namun saya percaya itu benar.
Mangga yang masak di pohon pastilah lebih manis daripada mangga yang masak karbitan. Kepompong akan menjadi kupu-kupu yang indah pada waktunya. Anak ayam akan menetas dan mematuk sendiri kulit ayam sampai pecah membebaskannya, pada waktunya.
Terima kasih untuk tiga bulan yang indah ini, Sayang. Terima kasih juga untuk hari-hari yang akan datang, untuk segala kepercayaan yang membuat kita nyaman.