Putusan MA Tentang Pembatalan 14 Poin Aturan Taksi Online

 

Sudah lama nggak menulis seputar Uber, Grab dan transportasi online pada umumnya. Sudah banyak perkembangan terjadi setelah tulisan-tulisan saya sebelum ini. Yang paling baru adalah putusan MA yang diketok pada bulan Juni 2017, yang membatalkan 14 poin dalam Peraturan Menteri 26 Tahun 2017 tentang Penyelenggaraan Angkutan Orang dengan Kendaraan Bermotor Umum Tidak Dalam Trayek (PM 26).

Putusan MA ini merupakan hasil dari permohonan uji materi PM 26 yang diajukan oleh masyarakat Indonesia diantaranya Sutarno, Endru Valianto Nugroho, Lie Herman Susanto, Iwanto, Johanes Bayu Sarwo Aji, Antionius Handoyo.

MA menilai 14 pasal tersebut telah melanggar Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha, Mikro, Kecil, dan menengah dan melanggar UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Oleh karena itu, MA meminta kepada Menteri Perhubungan mencabut 14 poin tersebut.

Tentu saja putusan MA ini mengundang banyak reaksi.

Menteri Perhubungan, Budi Karya Sumadi, menyatakan dalam waktu tiga bulan ke depan, Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akan kembali berdiskusi bersama pemangku kepentingan lain untuk merumuskan kembali aturan tentang taksi online, termasuk mengumpulkan para ahli untuk mendapatkan masukan.

Yang bereaksi kontra pastinya pihak transportasi konvensional seperti Organda. Ada pula yang cuek bebek, seperti Pemkot Pekanbaru yang tetap “menertibkan” (alias melarang) keberadaan taksi online di Pekanbaru. (Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/acuhi-putusan-ma-pemkot-pekanbaru-tetap-tertibkan-pengemudi-online.html)

Saya sih, kalem-kalem aja. Nggak ada yang nanya pendapat saya juga.

Cukup kita lihat perkembangannya saja, apakah dalam tiga bulan ke depan Pemerintah mampu merumuskan kebijakan baru yang bisa memuaskan semua pihak.

Omong-omong, apa saja 14 poin yang dibatalkan oleh MA?

1. Pasal 5 ayat (1) huruf e
Pelayanan Angkutan Taksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, wajib memenuhi pelayanan tarif angkutan berdasarkan argometer atau tertera pada aplikasi berbasis teknologi informasi.

2. Pasal 19 ayat (2) huruf f dan ayat (3) huruf e
Pasal 19 ayat (2) huruf f:
Angkutan Sewa Khusus wajib memenuhi pelayanan penentuan tarif dilakukan berdasarkan tarif batas atas dan batas bawah atas dasar usulan dari Gubernur/Kepala Badan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal atas nama Menteri setelah dilakukan analisa.

Pasal 19 ayat (3) huruf e:
Kendaraan yang dipergunakan untuk pelayanan Angkutan Sewa Khusus wajib memenuhi persyaratan dilengkapi dokumen perjananan yang sah, berupa surat tanda nomor kendaraan atas nama badan hukum, kartu uji dan kartu pengawasan.

3. Pasal 20
(1) Pelayanan Angkutan Sewa Khusus sebagaimana dimaksud dalam pasal 19, merupakan pelayanan dari pintu ke pintu dengan wilayah operasi dalam Kawasan Perkotaan.

(2) Wilayah operasi Angkutan Sewa Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. penetapan klasifikasi Kawasan Perkotaan;
b. perkiraan kebutuhan jasa Angkutan Sewa Khusus;
c. perkembangan daerah kota atau perkotaan; dan
d. tersedianya prasarana jalan yang memadai.

(3) Wilayah operasi Angkutan Sewa Khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ditetapkan oleh:
a. Kepala Badan, untuk wilayah operasi Angkutan Sewa Khusus yang melampaui lebih dari 1 (satu) daerah provinsi di wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek); atau
b. Gubernur, untuk wilayah operasi angkutan sewa khusus yang melampaui lebih dari 1 (satu) daerah kabupaten/kota dalam 1 (satu) provinsi.

4. Pasal 21
(1) Angkutan Orang Dengan Tujuan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, ditetapkan dengan mempertimbangkan:
a. perkiraan kebutuhan jasa Angkutan Orang Dengan Tujuan Tertentu; dan
b. adanya potensi bangkitan perjalanan.
(2) Berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal, Kepala Badan, Gubernur sesuai dengan kewenangan menetapkan rencana kebutuhan kendaraan Angkutan Orang Dengan Tujuan Tertentu untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.
(3) Rencana kebutuhan kendaraan Angkutan Orang dengan Tujuan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), digunakan sebagai dasar dalam pembinaan.
(4) Rencana kebutuhan kendaraan Angkutan Angkutan Orang dengan Tujuan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), diumumkan kepada masyarakat.
(5) Kebutuhan kendaraan Angkutan Orang dengan Tujuan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan evaluasi secara berkala setiap 1 (satu) tahun.
(6) Penyusunan rencana kebutuhan kendaraan Angkutan Orang dengan Tujuan Tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3), paling sedikit meliputi kegiatan:
a. penelitian potensi bangkitan perjalanan;
b. penentuan variabel yang berpengaruh terhadap bangkitan perjalanan; dan
c. penentuan model perhitungan bangkitan perjalanan.

5. Pasal 27 huruf a
Untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Perusahaan Angkutan Umum wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. memiliki paling sedikit 5 (lima) kendaraan yang dibuktikan dengan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK) atas nama badan hukum dan surat tanda bukti lulus uji berkala kendaraan bermotor;

6. Pasal 30 huruf b
Perusahaan Angkutan Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1), dapat mengembangkan usaha di kota/kabupaten lain dengan memenuhi persyaratan sebagai berikut:
b. menggunakan tanda nomor kendaraan bermotor sesuai domisili cabang tersebut.

7. Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3
Pasal 35 ayat (9) huruf a angka 2:
Pemohon dalam mengajukan Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dengan melampirkan dokumen untuk kendaraan bermotor baru berupa salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

Ayat (10) huruf a angka 3
Setelah mendapatkan Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemohon mengajukan permohonan penerbitan izin penyelenggaraan angkutan beserta kartu pengawasan dengan melampirkan kendaraan baru, meliputi salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

8. Pasal 36 ayat (4) huruf c
Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yakni permohonan pembaruan masa berlaku izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diajukan kepada Direktur Jenderal, Kepala Badan, Gubernur, Bupati/Walikota sesuai dengan kewenangannya paling lambat 30 (tiga puluh) hari kalender sebelum berakhir masa berlaku dan dilengkapi dengan persyaratan administrasi antara lain: salinan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang masih berlaku atas nama perusahaan.

9. Pasal 37 ayat (4) huruf c
Persyaratan administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: salinan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang masih berlaku atas nama perusahaan.

10. Pasal 38 ayat (9) huruf a angka 2 dan ayat (10) huruf a angka 3
Pasal 38 ayat (9) huruf a angka 2:
Pemohon dalam mengajukan Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dengan melampirkan dokumen untuk: kendaraan baru, sebagai berikut: salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

Pasal 38 Ayat (10) huruf a angka 3
Setelah mendapatkan Surat Rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemohon mengajukan permohonan perubahan dokumen izin untuk penambahan kendaraan dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: kendaraan baru, meliputi: salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

11. Pasal 43 ayat (3) huruf b angka 1 sub huruf b
Setelah mendapatkan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor umum, pemohon mengajukan permohonan penerbitan kartu pengawasan, dengan melampirkan dokumen sebagai berikut: salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

12. Pasal 44 ayat (10) huruf a angka 2 dan ayat (11) huruf a angka 2
Pasal 44 ayat (10) huruf a angka 2:
Pemohon dalam mengajukan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), dengan melampirkan dokumen untuk kendaraan baru, sebagai berikut: Salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

Ayat (11) huruf a angka 2
Setelah mendapatkan surat rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (9), pemohon mengajukan permohonan penerbitan izin penyelenggaraan angkutan beserta kartu pengawasan tidak dalam trayek dengan melampirkan dokumen kendaraan baru, sebagai berikut: Salinan Sertifikat Registrasi Uji Tipe (SRUT) kendaraan bermotor.

13. Pasal 51 ayat (3)
Larangan bertindak sebagai penyelenggara angkutan umum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), meliputi kegiatan:
a. menetapkan tarif dan memberikan promosi tarif di bawah tarif batas bawah yang telah ditetapkan;
b. merekrut pengemudi;
c. memberikan layanan akses aplikasi kepada orang perorangan sebagai penyedia jasa angkutan; dan
d. memberikan layanan akses aplikasi kepada Perusahaan Angkutan Umum yang belum memiliki izin penyelenggaraan angkutan orang tidak dalam trayek.

14. Pasal 66 ayat (4)
Sebelum masa peralihan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor menjadi atas nama badan hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus dilampirkan dengan perjanjian yang memuat kesediaan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor menja di badan hukum dan hak kepemilikan kendaraan tetap menjadi hak pribadi perorangan.

 

Mari kita bersabar menanti tiga bulan ini. Harapan saya sederhana saja: keberadaan taksi online tetap harus dipertahankan. Peraturan tetap diperlukan, agar pengusaha maupun pengguna jasa taksi online tetap terlindungi secara hukum.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru