Hidup Tanpa Televisi

Kenapa musti heran? Coba googling kata kunci "hidup tanpa televisi" dan ternyata banyak banget yang pilihannya sama dengan saya. Rata-rata menambahkan hidup yang lebih tenang, bebas dari bombardir iklan, meski harus diakui nggak nyambung bila topik obrolan kebetulan tentang gosip yang lagi hangat di televisi.

Sewaktu saya baru mengenal gaya hidup minimalis, saya sempat setahun lebih hidup tanpa televisi. Gara-garanya saya pindah ke kost yang sudah full-furnished, dan daripada mubazir ada dua teve dalam satu kamar, saya hibahkan teve saya yang masih berkonde itu. Apes, nggak lama setelah itu saya pindah ke kost yang sederhana. Alhasil saya nggak punya teve. Mau beli, rasanya banyak hal lain yang lebih penting untuk diprioritaskan. Jadilah saya hidup tanpa televisi, nggak terasa sampai setahun lamanya.

Lalu saya pindah ke Jakarta. Rumah yang disediakan kantor gede banget dan berkolam renang, tapi nggak ada televisi. Dan saya cukup ngeyel untuk meneruskan gaya hidup minimalis ala saya yang tanpa televisi. Itu berlangsung selama setengah tahun. Setelah itu saya pindah ke apartemen dan lalu ke kost yang semuanya full-furnished. Kost terakhir sebenarnya tidak menyediakan televisi, tapi tersedia saluran kabel Indovision. Si ibu penjaga kost rajin banget nanyain kapan saya beli televisi. Akhirnya ya sudahlah, saya beli cukup yang 19″. Yang ternyata hanya bertahan enam bulan karena saya pindah ke Bali.

Di Bali, tanpa terasa sekarang sejak 1 Maret saya hidup tanpa televisi. Banyak yang heran mendengar pilihan hidup saya ini.

Kenapa musti heran? Coba googling kata kunci “hidup tanpa televisi” dan ternyata banyak banget yang pilihannya sama dengan saya. Rata-rata menambahkan hidup yang lebih tenang, bebas dari bombardir iklan, meski harus diakui nggak nyambung bila topik obrolan kebetulan tentang gosip yang lagi hangat di televisi.

Bagi saya, nggak masalah sih, karena saya nggak suka menonton gosip. Dan selama ada internet, semua informasi ada di genggaman. Paling-paling telat tahu kalau Arya Wiguna itu meroket dengan Demi Tuuuhaaaan-nya. Tapi itu nggak membuat saya jadi kuper.

Masalah yang terpenting buat saya malahan, gimana memutuskan adiksi saya pada internet. Dunia saiber ini sepertinya selalu memanggil-manggil saya, meski kadang kalau sudah berjam-jam browsing juga bingung mau ngapain lagi. Tapi itu kita simpan saja buat posting berikutnya ya.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Gaya hidup minimalis

Kembali ke Minimalisme

Awal-awal blog ini rilis, saya sering menulis tentang minimalisme. Tapi tahun-tahun belakangan ini, terus terang saya sudah tidak begitu minimalis lagi. Banyak alasan dan cerita

Read More »
Gelandangan

Tips Menjadi Gelandangan Bermartabat Saat Pandemi

Disclaimer: Tulisan ini sebenarnya sudah siap di awal Oktober 2020, tepat ketika saya bereksperimen menjadi gelandangan bermartabat saat pandemi. Tapi karena menjaga perasaan teman-teman dan kekasih saya dan orang-orang yang sayang sama saya, akhirnya tulisan ini tertunda penayangan. Akhirnya saya terbitkan sekarang, sekadar untuk rekam jejak saja.

Read More »
On Key

Tulisan Terbaru