Majalah masa kecil

Majalah-Majalah Yang Setia Menghiasi Masa Kecil

Masa kecil saya diwarnai oleh bacaan. Orang tua berlangganan banyak majalah, yang dengan semangat kami lahap. Jadi pengin ngebahas nih majalah-majalah yang mewarnai masa kecil saya.

Saya pernah bercerita sebelumnya bahwa masa kecil saya diwarnai oleh bacaan. Orang tua berlangganan banyak majalah, yang dengan semangat kami lahap. (Sebenarnya sekarang saya cukup heran, budget orang tua saya untuk langganan majalah saat itu berarti cukup besar ya. Padahal kami nggak sugih-sugih amat. Yah, itu masalah prioritas saja. Kami jadi terbiasa untuk membeli buku ketimbang baju baru.)

Dan karena saat menulis tentang gunungan saya sempat menyebut Panjebar Semangat, jadi pengin nulis lagi tentang majalah-majalah yang mewarnai masa kecil saya dan kakak-kakak.

Adakah majalah yang kamu kenali dari daftar di bawah ini?

B624246587
Sumber gambar: Petra Togamas

1. Panjebar Semangat

Majalah berbahasa Jawa ini ternyata punya sejarah mengagumkan. Berdiri sejak 2 September 1933 dan hingga kini masih diproduksi. Distribusi Panjebar Semangat sampai ke Belanda dan Suriname. Dan dari hasil googling, saya baru ngeh kalau di dekade awal berdirinya, Panjebar Semangat termasuk majalah yang agitatif alias frontal menyuarakan suara tentang politik dan pemerintahan. Lambat laun, mereka bergeser menjadi majalah panguri-uri kabudayan alias penjaga kebudayaan khususnya Jawa. Sampai tahun 2020 ini, Panjebar Semangat masih eksis lho, bahkan sudah ada versi digitalnya.

2. Bobo

Siapa yang tidak kenal majalah ini? Tokoh-tokoh yang masih saya ingat tentunya Bobo dan keluarganya, Bona dan Rong-Rong, Siti Sirik dan Juwita, Paman Husein dan … siapa ponakannya tuh?

Album Cerita Ternama edisi Karl May
Sumber gambar: Bukalapak/Agus Widodo

3. Album Cerita Ternama

Dari Album Cerita Ternama, saya mengenal karya-karya sastrawan dunia meski hanya versi singkat yang disampaikan lewat komik. Sebut saja Oliver Twist, Moby Dick, Robinson Crusoe, Mahabharata, Ramayana, Panca Tantra, dan banyak lagi karya sastra dunia yang tersaji secara ringan dan mudah dicerna anak-anak.

4. Ananda

Dibanding Bobo, sepertinya Ananda termasuk majalah anak yang kurang ternama. Saya juga sudah lupa isinya apa aja, nggak ada yang lekat di ingatan.

5. TomTom

Ini juga majalah anak yang kurang populer ya. Saya sendiri lupa isi majalah mingguan TomTom ini apa aja hahaha.

6. Kuncung

Kalau ini majalah bulanan yang berdasar hasil googling, sebenarnya berisi cerita anak karya sastrawan keren macam Mohammad Sobary dan Soekanto SA. Tapi yang lekat di ingatan saya, kok nggak ada ya. Malah kalau dengar kata “Kuncung”, saya ingatnya “Kuncung Bawuk”, karakter salah satu acara TVRI tahun 80an.

7. Hai

Nah, ini majalah ketika saya beranjak remaja. Meski benernya sih, pas SD juga sudah mulai baca Hai karena kakak-kakak sudah remaja duluan (aposeh). Hai jaman dulu tentu beda dengan Hai di masa-masa belakangan. Dulu, Hai memperkenalkan saya pada dunia remaja yang unik, apa adanya, bebas dari kepura-puraan tanpa pretending to be some one. Cerita-cerita yang terpajang di Hai juga keren banget, karya Arswendo Atmowiloto, Leila S Chudori, Gola Gong, Hilman dan masih banyak lagi.

8. Kawanku

Seingat saya dulu, Kawanku ini diperuntukkan buat anak yang udah gak kecil lagi. Istilahnya, kalau dirunut dari usia, setelah Bobo, pasnya baca Kawanku, lalu Hai.

9. Intisari

Nah kalau ini tentu bacaan penuh ilmu pengetahuan. Dengan format mungil dan tebal, Intisari menyuguhkan banyak artikel bermutu yang berguna banget mengembangkan wawasan. Yang saya ingat dari Intisari jaman dulu adalah cerita yang dikisahkan oleh H.O.K Tanzil (almarhum). Beliau bersama sang istri berkeliling dunia mengunjungi ratusan negara dan juga berbagai pelosok di Indonesia.

10. Kartini

Majalah ini tentu saya baca saat sudah gadis, sudah lepas dari dunia kanak-kanak. Yang lekat di ingatan setiap mendengar nama majalah Kartini adalah rubrik “Oh Mama Oh Papa”. Isinya ya curhatan seputar kasus-kasus rumah tangga yang penuh lara membuat pembacanya berderai airmata (saya sih enggak hehehe).

11. Femina

Femina di mata saya terlihat lebih “berkelas” dibandingkan majalah sejenis seperti Kartini dan Pertiwi. Entah mengapa, begitulah kesan saya. Namun tentu saja, semua berubah mengikuti jaman. Saya masih ingat di awal tahun 2000an, Ibu sepulang kantor membawa majalah Femina terbaru dan menyerahkannya pada saya sambil berujar, “Saya nggak mudheng lagi sama isinya.” Wajar jika Ibu merasa begitu. Femina di dekade awal (didirikan tahun 1972) banyak berkisah seputar wanita dan rumah tangga, dan di tahun 2000an mengikuti perkembangan jaman, bahasan sudah mulai banyak diwarnai seputar wanita dan karir.

12. Pertiwi

Pertiwi rasanya nggak ada istimewanya dibandingkan Kartini dan Femina. Isinya seputar gitu-gitu aja dah.

Selain majalah-majalah yang saya sebutkan di atas, tentu masih ada lagi majalah yang kami tidak berlangganan, jadi hanya baca sesekali jika ada kesempatan. Seperti: Gadis, MODE, Anita Cemerlang, Aneka YESS. Dan di masa setelah remaja, saya akrab dengan majalah seperti TEMPO, GATRA, MATRA, dan apa lagi yah? Rasanya masih banyak yang belum tersebutkan oleh saya.

Bagi saya, masa kecil yang penuh dengan bacaan tiada henti membentuk saya menjadi pribadi yang gemar membaca. Meskipun belakangan, terus terang saja saya jarang baca buku. Maklumlah ya, banyak alasan.

Eniwei, apa saja majalah yang mewarnai masa kecilmu?

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

2 Responses

  1. Wah, keren! Baru tahu, Kawanku itu segmennya cewek ya? Waktu kecil soalnya nggak kepikiran soal gender hahaha jadi asal lahap baca saja. Terima kasih sudah mampir dan membaca ya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru