Bangkok Trip

[Bangkok Trip] Hawker Chan dan Hari Terakhir Bangkok Trip

Hari terakhir, masih sempat menikmati Hawker Chan si penerima Michelin Star.

 

Seperti juga rindu, perjalanan harus ditulis tuntas. (Disclaimer: terinspirasi dari salah satu bukunya Eka Kurniawan.) Sampailah kami di hari terakhir yaitu hari kedelapan Bangkok Trip. Sedih ya, harus meninggalkan Kota Bangkok dan harus kembali ke dunia nyata alias kembali bekerja, tapi gapapa. Harus bekerja, harus cari duit banyak, biar bisa terus jalan-jalan!

Karena penerbangan kami jatuh pada malam hari, kami masih sempat menghabiskan waktu yang tersisa. Nggak jauh-jauh, cukup ke Terminal 21 Mall. Lagi-lagi, kami pakai Grabtaxi karena malas jalan kaki ke BTS (dasar pemalas!). Saat di dalam taksi baru tersadar, kalau taksi di Bangkok yang join Grab pasang stiker “Grab” di kaca jendela.

Bangkok Grab Taxi
Stiker Grab di taksi

Terminal 21 terletak di Sukhumvit di dekat persimpangan Asoke. Ada sembilan lantai dengan 600 toko, bioskop, food court dan Gourmet Market (supermarket). Di mata saya, Terminal 21 bukanlah mall yang mewah dan gemerlap, namun memiliki personality tersendiri. Tiap lantai didesain dengan karakter unik. Misalnya lantai dasar GF didominasi nuansa Italia, lantai 3 dengan nuansa Istanbul, dan sebagainya. Pas buat kamu yang doyan foto-foto buat diupload ke akun Instagram kamu!

Kami mengeksplor lantai bawah alias Gourmet Market. Supermarket mungil ini menyediakan banyak pilihan oleh-oleh khas Thailand, mulai dari kripik durian dan kripik buah lainnya, sampai ke berbagai kacang-kacangan dan biskuit.

Terminal 21 Asok Bangkok
Tentu saja, kami tidak membeli Indomie ini buat oleh-oleh 😛

Usai berbelanja oleh-oleh, tak disangka kami menemukan Hawker Chan di lantai lima. Hawker Chan adalah nama restoran Singapura yang menerima Michelin Star di tahun 2016, sebuah penghargaan bergengsi di dunia kuliner internasional. Beda dengan penerima Michelin Star yang merupakan restoran mewah, Hawker Chan merupakan warung makan street-food yang menjadikannya pemegang Michelin Star dengan harga termurah alias merakyat! Ternyata, mereka sudah buka cabang di Terminal 21 Bangkok.

Hawker Chan Terminal 21 Mall Bangkok
Mr Chan, owner Hawker Chan
Hawker Chan di lantai 5 Terminal 21 Mall Bangkok
Tampilan menu Hawker Chan
Hawker Chan di lantai 5 Terminal 21 Mall Bangkok
Mie-nya lezat benar, terasa beda di lidah
Hawker Chan Terminal 21 Mall Bangkok
Hawker Chan di lantai 5 Terminal 21 Mall Bangkok

Harga makanan di Hawker Chan ini tentunya lebih mahal dibanding street-food beneran di jalanan. Berkisar antara THB 88 sampai THB 580 (untuk satu ekor ayam utuh). Namun bila dibandingkan dengan kelezatan dan Michelin Star yang disandangnya, harga segitu sangat pantas. Kamu bisa antri terlebih dulu untuk memesan dan membayar, lalu tunggu di meja yang tersedia. Makanan nggak pakai lama akan segera tersaji.

Selesai makan siang, apalagi kegiatan kami selain jalan-jalan dan mengopi. Kami terlalu malas untuk foto-foto, padahal banyak objek foto yang instagrammable, termasuk di toiletnya.

Coconut Cake di Cafe Desserie Terminal 21 Bangkok
Coconut Cake di Cafe Desserie Terminal 21 Bangkok

Habis itu, pulang deh karena waktu check-out hampir tiba. Sampai di hotel, kami langsung check-out dan menunggu taksi yang telah kami pesan sebelumnya. Salah satu problem utama bagi turis di Bangkok adalah taksi menuju bandara (Don Mueang, tepatnya). Kami memesan taksi lewat receptionist hotel dan mendapat harga THB 600. Sebelumnya, bapak concierge menawarkan harga THB 400 jika pesan lewat dia, namun saat kami cari, beliau nggak ada jadi terpaksa lewat jalur resmi yaitu lewat receptionist. Harga segitu sudah termasuk uang tol. Kami cek ke driver rental mobil yang kami gunakan sebelumnya, harga yang dipatok pun sama yaitu THB 600. Sepertinya itu sudah harga standar di sana.

Nggak mau repot dan nggak mau dipusingkan apabila kami memesan taksi argo biasa namun di tengah jalan ada kemungkinan diputar-putar dahulu bandara kemudian, kami pasrah membayar THB 600. Hitung-hitung memberdayakan pariwisata lokal.

Meskipun jadwal penerbangan kami adalah jam tujuh malam, namun kami nggak mau ambil resiko. Ternyata ada untungnya kami datang lebih cepat. Antrian di bandara mengular luar biasa. Jadi meskipun kami belum web check-in (karena website Thai Lion error mulu saat kami mau check-in online), kami tidak merasa khawatir dan tidak merasa tergesa-gesa.

Thai Lion Air DMK Airport
Antrian di counter check-in Thai Lion Air DMK Airport

Bandara di sini agak beda ya. Saat check-in, kami diminta menimbang koper yang akan masuk bagasi. Setelahnya kami harus bawa koper ke counter pemeriksaan terakhir, setelah petugas menyatakan koper tidak berisi benda-benda mencurigakan, barulah koper masuk bagasi dan kami bisa lanjut ke imigrasi. Hampir mirip dengan bandara di Taipei, bedanya di Taipei kita nggak perlu geret-geret koper lagi, hanya perlu menunggu di counter terakhir sementara koper kita melewati proses pemeriksaan lewat ban berjalan.

Satu hal lagi mengapa disarankan untuk datang lebih awal dan tidak mepet dengan jadwal penerbangan, yaitu untuk bersiap mengantri di counter tax refund (apabila diperlukan). Antriannya bagaikan ular naga panjangnya bukan kepalang. Perlu diperhatikan juga untuk menyiapkan formulir tax refund dan nota pembelian dari toko yang mencantumkan nama kita sesuai pasport sebagai penerima refund. Kalau di nota tidak ada nama kita, kemungkinan besar permohonan tax refund kita akan ditolak.

Don Mueang Airport ini sungguh tidak menarik. Hanya ada satu toko duty free meskipun koleksi barangnya cukup lengkap, dan beberapa toko kecil penjual oleh-oleh dan minuman. Malam itu, karena banyak penerbangan delay (termasuk kami), akhirnya bandara jadi seperti pasar. Nggak kebagian kursi, jadi pada ngemper saja duduk di lantai.

Begitulah delapan hari perjalanan mengeksplor Bangkok dan sekitarnya. Berikut rangkuman perjalanan kami, semoga bisa membantu teman yang hendak berkunjung ke Bangkok, terutama bagi first timer yang sebelumnya belum pernah mengunjungi Bangkok:

  • Hotel: Bejibun pilihan hotel di Bangkok. Kita bisa pilih dari yang guesthouse sampai bintang lima, dari yang harga murah puluhan ribu per malam sampai yang belasan juta per malam. Saya biasa menggunakan Booking.com, meskipun saat menginap di Baiyoke Sky dan IR-ON, saya pilih direct booking ke hotel karena benefit yang ditawarkan hotel sangat menarik (dapat free upgrade, free airport transfer, dll).
  • Transportasi: Bangkok sebenarnya mudah dijelajahi dengan menggunakan transportasi publik seperti BTS dan bis. Taksi juga mudah didapat, sebagaimana juga transportasi online seperti Grab dan Uber. Apabila memilih taksi, sebelum naik pastikan supir bersedia menggunakan argo. Apabila supir nggak mau dan pasang tarif, tinggalkan saja dan cari taksi yang lain (kecuali kalau kita nggak keberatan dengan tarif yang mereka mau ya). Biasanya, beberapa supir akan kemudian bersedia pakai argo, namun tetap tinggalkan karena ada kemungkinan mereka cheating dengan argo kuda, atau memutar-mutarkan kita sepanjang jalan. Ada hotline untuk menerima pengaduan turis, tapi biasanya turis macam orang Indonesia males ribut dan males repot.
  • Shopping: Bangkok benar-benar surga belanja. Akan sangat membantu jika kita sudah memiliki gambaran kasar tentang apa yang kita mau. Kalau enggak, waktu akan terbuang banyak untuk berkeliling-keliling saja. Banyak pilihan mall, pusat pertokoan dan pasar malam yang bisa kita eksplor. Pasar terapung seperti Damnoen Sudak yang terkenal pun ada, namun kami sengaja tidak mengunjungi pasar terapung karena harga barangnya lebih mahal di tempat lain, pun amat sangat turistik alias isinya turis doang. Kami lebih senang mengunjungi pasar malam seperti Rot Fai Night Market atau JJ Green Market, yang lebih kental nuansa lokalnya.
  • Kuliner: Meskipun tidak seheboh tempat lain seperti Cebu yang “pork everywhere”, teman muslim harus tetap waspada jika hendak makan di Bangkok. Pastikan makanan tidak mengandung babi. Kalau mau aman ya makan di food court di mall, meski harganya lebih mahal sedikit dengan yang di jalanan, namun kita bisa dengan mudah mengidentifikasi apakah makanan yang ada di menu mengandung babi atau tidak.
  • Mata uang: Lebih baik membawa Baht dari Indonesia, atau USD, meskipun di Bangkok kita bisa menukarkan mata uang rupiah kita namun nilainya lebih kecil daripada USD. Jika terpaksa, kita bisa tarik uang tunai di ATM, namun dikenakan beaya penarikan sekitar Rp. 25,000 sekali tarik.

Nggak terasa ya, delapan hari sudah kami mengunjungi Bangkok. Berikut tautan hari pertama sampai hari ketujuh Bangkok Trip:

Kira-kira, tahun 2018 ini kami mau ke mana lagi ya? Hmm. Cari duit yang banyak dululah, semangat kerja biar bisa jalan-jalan sepuasnya!

Luggage Tag Lucu

 

 

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru