Saat kabar beredar bahwa “Bohemian Rhapsody“, film tentang Queen akan segera dirilis, saya langsung bertekad untuk harus menontonnya. Meskipun tidak terbilang sebagai cinta mati pada Queen atau juga Freddy Mercury, mereka punya arti tersendiri bagi saya. Masa kecil saya hingga dewasa diwarnai oleh lagu-lagu Queen. Meskipun, tentu saja, saat saya masih di sekolah dasar saya tidak paham penuh apa makna lirik lagu-lagu band legendaris ini. Saya hanya tahu bahwa itu lagu keren.
Kemarin akhirnya penantian saya berujung manis. Film “Bohemian Rhapsody” selama dua jam lebih berhasil menerbitkan air mata, senyum bahagia, dan keriaan seakan saya hadir di setiap konser Queen.
Tentu saja, lagu-lagu yang hadir hampir selalu teriring nostalgia masa lalu.
“We Will Rock You”, misalnya, membawa saya ke satu momen ketika pertama kalinya saya ikut Kejurnas Catur di Banjarmasin tahun 1991. Pagi itu, menunggu saat pertandingan dimulai, saya menyendiri di belakang gedung yang adalah bagian dari stadion di Banjarmasin. Dan lagu “We Will Rock You”, menggema di stadion, entah dalam rangka apa, mungkin karena hari itu hari Minggu dan banyak aktivitas di sana. Saya sendirian, berteman gempita lagu kesukaan memenuhi udara. Sungguh satu perasaan yang nggak bisa tergambarkan.
Di film “Bohemian Rhapsody” ini, para aktor/aktris benar-benar sukses menjiwai perannya, dan saya serasa melihat band Queen beneran tampil di layar. Rami Malek, terutama, meski tampak gigi tonggos palsunya agak berlebihan, namun berhasil menghidupkan sosok Freddy Mercury dengan gaya panggung yang tengil dan juga flamboyan.
Dalam menonton film ini, saya tidak berbekal pengetahuan banyak kecuali kegemaran saya dan nostalgia akan lagu-lagu Queen. Maka, terasa sangat menyenangkan ketika saya jadi tahu sejarah terbentuknya Queen di tahun 1968, latar belakang terciptanya lagu-lagu seperti Bohemian Rhapsody, We Will Rock You, Another One Bites The Dust dan lain-lain. Dan namanya juga biopic alias biography movie picture, kita bisa lihat perjalanan Queen mulai dari awal sampai terjadinya prahara yang akhirnya, puji Tuhan, berakhir damai.
Selazimnya sebuah band terpusat pada vokalis utama (Peter Pan pada Ariel, Beatles pada John Lennon, God Bless pada Achmad Albar, sebagai contoh), maka Queen pun tak bisa dilepaskan dari figur Freddy Mercury. Seperti tergambar di satu adegan, saat keempat anggota band mengadakan konferensi pers untuk peluncuran album mereka, semua pertanyaan yang terlontar dari para wartawan hanyalah untuk Freddy, Freddy dan Freddy. Itupun, tidak menyangkut soal musik mereka, melainkan hanya bersifat personal tentang gaya hidup Freddy – yang adalah seorang homoseksual.
Maka dari itu, sangat benarlah tajuk yang ada di poster film Bohemian Rhapsody ini: “The only thing more extraordinary than their music is his story”.
Pergulatan batin Freddy, dari saat masih belum siapa-siapa, sampai akhirnya di puncak ketenaran, disajikan dengan kadar sewajarnya. Nggak lebay. Saya suka!
Pun, saat Freddy mengetahui bahwa dirinya positif menderita AIDS, semua digambarkan seadanya tanpa kelebayan paripurna yang biasa kita dapatkan dari sinetron-sinetron Indonesia.
Karena begitulah sejatinya hidup setiap anak manusia (tak hanya berlaku pada Freddy saja). Tak perlu drama berlebihan untuk setiap naik turun, tawa dan tangis yang silih berganti, teman yang datang dan pergi, pergulatan batin yang akan menyisakan sepi meski senyum tetap saja menghiasi wajah ini. Yang penting, percayalah, tetap akan ada teman sejati yang mendampingi kita hingga akhir nanti, seperti juga Freddy Mercury yang diberkati dengan teman-teman baik dan keluarga yang tak pergi darinya sampai akhir hidupnya.