Tentang remote working

Remote Working Tidak Untuk Semua Anak Bangsa

Apakah remote working bisa diberlakukan oleh setiap perusahaan? Belum tentu.

Pandemi mengakibatkan kenormalan baru yang disertai juga dengan perubahan di segala lini kehidupan. Termasuk dunia kerja, yang serta merta diriuhkan oleh istilah semacam WFH (Work From Home), atau remote working. Kerja dari Bali pun, jadilah!

Pembatasan kegiatan masyarakat entah itu berskala besar maupun berskala mikro, kerap mensyaratkan perusahaan untuk membatasi karyawan yang bekerja di kantor, dan menyarankan sekian persen karyawan untuk bekerja dari rumah.

Remote working pun menjadi tren. Kerja jarak jauh, tanpa perlu hadir secara fisik di kantor, memang dimungkinkan di zaman modern ini. Para karyawan pun bersorak sorai, karena mereka tidak perlu mengarungi lautan kemacetan saat berangkat kantor maupun pulang dari kantor.

Tapi tak sedikit karyawan yang bersungut-sungut, karena mereka menganggap lebih nyaman bekerja di kantor, bertemu dengan rekan kerja, tanpa direcokin oleh anak-anak yang di saat pandemi inipun menjalani sekolah jarak jauh.

Di muka bumi ini, tak ada solusi yang bisa memuaskan semua pihak, termasuk juga perihal remote working ini. Baik itu dikarenakan oleh sifat pekerjaan yang memang tidak bisa dikerjakan dari jarak jauh (seperti teller bank atau customer service lainnya, misalnya), atau karena kultur perusahaan yang belum siap.

Macam pekerjaan berdasarkan kemungkinan dikerjakan secara remote

Kominfo membagi jenis pekerjaan menjadi empat:

  1. No Remote
    Adalah pekerjaan yang tidak dimungkinkan untuk dikerjakan dari jarak jauh. Misalnya, perawatan medis, siaran langsung, dan manufaktur.
  2. Remote Allowed
    Adalah pekerjaan yang memungkinkan pegawai yang disetujui pada suatu perusahaan untuk bekerja beberapa hari (tetapi tidak semua) di luar kantor. Pekerjaan jenis ini masih membutuhkan karyawan yang bekerja dari kantor.
  3. Hybrid Remote
    Secara bergiliran karyawan akan mendapatkan jadwal untuk bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah. Ada tim-tim yang terdiri atas karyawan yang bekerja dari kantor dan karyawan yang bekerja dari rumah. Ini akan memudahkan karyawan dalam berkoordinasi sekaligus tetap memberikan fleksibilitas dalam melakukan pekerjaan tanpa harus bepergian ke kantor.
  4. All Remote
    Semua pekerjaan bisa dilakukan oleh karyawan dari luar kantor.

Kalau dari sisi karyawan sendiri, bagaimana? Apakah ada karyawan yang bakal sukses bekerja secara remote, dan juga ada yang lebih baik bekerja di kantor daripada memaksakan kerja jarak jauh?

Catatan pribadi seputar remote working

Berbekal pengalaman saya sendiri saat bekerja secara remote, maupun saat mengelola tim secara remote, berikut catatan khusus saya:

  1. Komunikasi adalah kunci
    Berbeda dengan kerja di kantor, yang dengan mudah kita mendatangi meja rekan kerja jika butuh informasi tambahan atau butuh bantuan, kerja remote mensyaratkan komunikasi tim harus lancar. Saya pernah harus mendatangi salah seorang anggota tim yang tidak mau mengangkat telpon atau membalas pesan, dan tidak memberi update status tugasnya. Kebetulan saja saya tahu di mana dia biasa bercokol setiap malamnya. Giliran disamperin, alasannya cuma: “lagi males, Bu, tanggal tua”.
  2. Tidak boleh egois
    Dari contoh di atas, terlihat betapa egoisnya anggota tim saya itu. Dia tidak memikirkan anggota tim lain kelimpungan menunggu berita darinya. Dia tidak peduli kalau jalan tim jadi pincang hanya gara-gara dia absen tanpa alasan jelas. Beda jika kita kerja sendirian ya, itupun kita masih harus memikirkan nasib atasan atau perusahaan toh, jadi jangan egois menuruti mood pribadi yang nggak relevan dengan pekerjaan.
  3. Disiplin pribadi itu penting
    Kerja remote memang tampak enak. Tapi, susah lho, bekerja di rumah dengan godaan kasur memanggil-manggil. Kalau nggak mendisiplinkan diri, bablas deh. Kalau saya merasa saya sedang lemah dan bakal mudah tergoda, saya memilih melipir ke coffee shop terdekat dan kerja dari sana.
  4. Gunakan tools penunjang
    Masa kini, banyak sekali alat penunjang yang bisa digunakan. Mulai dari yang gratisan seperti Google Docs, Trello versi gratis, sampai yang berbayar. Tools semacam Trello memudahkan kita berbagi file dan berkolaborasi dengan sesama anggota tim tanpa perlu bertemu muka. Tapi ya harus disiplin ya, untuk mengupdate status dan memantau task mana yang harus kita kerjakan sesuai prioritas.

Sebenarnya, drama-drama kecil yang terjadi saat kita kerja full remote, bisa dihindari apabila manajemen memberikan guidance yang lengkap dan tepat. Misalnya, tetap memberlakukan jam kerja sehingga semua anggota team online pada saat yang sama. Atau, mengadakan meeting berkala secara online, untuk menjaga setiap anggota team ada di level pemahaman yang sama.

Saya sendiri belakangan kerja full remote, karena sebagai freelancer ya bebas-bebas saja menentukan saya mau kerja di mana dan jam berapa. Terkecuali jika ada kontrak khusus dengan klien yang mensyaratkan saya untuk kerja di kantor mereka. Gak masalah.

Di tahun 2021 ini, agak geli aja sih kalau melihat ada manusia yang masih ribut soal kehadiran fisik karyawan, yang sebenarnya kerjaannya bisa full remote.

Di satu perusahaan tempat saya bekerja dulu, pernah ada kejadian yang bikin saya ngakak. Ceritanya, kantor tim developer terkena hujan badai sehingga atap bubrah dan nggak mungkin lagi kami kerja di ruangan itu. Alhasil tim boyongan ke kantor depan. Karena kantor depan yang merupakan kantor utama, ramai dengan lalu lalang orang-orang, salah seorang programmer saya minta izin untuk bekerja di salah satu ruangan di belakang. Saya sih nggak masalah.

Tapi ya ada saja boomer yang mempermasalahkan ketidakhadiran (secara fisik) programmer saya. “Bagaimana kita bisa mengontrol kerjanya?” Lah, bikin saya bengong dan ngakak aja. Memangnya, kalau si programmer itu kerja di samping saya, bakalan lebih mudah saya mengontrol kerjaan dia? Memangnya saya nggak punya kerjaan, sehingga punya waktu untuk memelototi monitor laptop tim saya?

Bukankah semua tugas sudah dibagikan lewat Trello, lengkap dengan deadline yang harus mereka taati. Jadi ya keep it simple laa stupid, pantau saja dari Trello. Toh kalau si programmer butuh informasi lebih lanjut seputar tugasnya, dia akan menghubungi saya lewat Slack atau WhatsApp.

Nah, pola pikir seperti boomer ini yang mendasari saya memberi judul tulisan ini dengan: Remote Working Tidak Untuk Semua Anak Bangsa. Any thoughts?

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn
Indonesia darurat judi online

Indonesia Darurat Judi Online!

Mengikuti perkembangan zaman, sekarang perjudian muncul muncul dalam bentuk online. Popular istilah “judol” alias “judi online”, dan banyak pihak yang resah melihat fenomena ini tegas berkata: Indonesia darurat judi online!

Read More »

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru