Tiga Buku, Tiga Sensasi

Minggu kemarin saya membeli tiga buah buku. Sudah lama sih nggak pergi ke toko buku, dan sudah terbiasa baca e-book, namun kali itu rasanya kangen pengin baca buku dengan benar-benar mencium baunya (bau buku baru itu khas), benar-benar membolak-balik kertasnya, jadilah saya membeli tiga buah buku.

Tiga-tiganya karya penulis wanita. Saya mulai membaca buku yang pertama, dan 249 halaman saya lahap non-stop selama 1,5 jam. Saya begitu terpikat oleh kelihaian penulisnya dalam merangkai kata, dan nggak cuma itu, cerita yang terhampar pun begitu mempesona! Saya nggak habis pikir bagaimana penulis bisa berimajinasi seliar itu, namun anehnya ketika saya membacanya, begitu real terasa. Berlatar belakang sejarah dan kekayaan budaya Jawa, sebagai orang Jawa, saya begitu tertohok dan sangat terbawa emosi oleh cara penulis menyajikan fakta dan mitos yang hidup subur di kalangan orang Jawa.

Buku kedua, yang seperti buku pertama adalah bagian dari serial yang belum usai, saya selesaikan dalam dua hari. Benar, bahasa penulis masih lincah seperti buku-buku terdahulu. Benar, tema dan setting cerita amat sangat keren. Namun di tengah perjalanan saya mulai gemas dengan banyaknya tempelan cerita yang nggak penting tapi sengaja disisipkan dalam cerita agar, ya gitu deh, agar terlihat “wow, keren!”. Menjelang bab terakhir saya mulai lelah, dan tiba-tiba saya mendapati perbedaan esensial antara buku yang pertama dan buku yang kedua. Ini bukan buku buat saya, batin saya. Ketika buku pertama begitu mengaduk-aduk perasaan saya, ada kengerian di sana namun juga ‘pencerahan’, buku kedua ini membuat saya lelah. Saya suka buku yang memanjakan rasa, bukan buku yang memanjakan pikiran. Mungkin singkatnya, buku pertama saya baca dengan hati, buku kedua memaksa saya berpikir. Dan saya nggak suka itu.

Buku ketiga, sebenarnya saya berharap lebih pada penulis muda yang sempat saya kenal jaman dahulu kala. Saya membeli buku itu sebenarnya untuk memotivasi diri: dia saja sudah bisa menerbitkan buku yang saya tahu nggak keren-keren amat, masa’ saya nggak? Dan harapan lebih saya memang terbukti tinggal harapan. Dengan bahasa yang datar, cerita yang biasa kita dapatkan di FTV atau sinetron ala Indonesia, dengan konflik yang samar, ya saya nggak bisa mengkomplen banyak sih. Cukup tahu saja.

Jadi, begitulah tiga sensasi berbeda yang saya dapatkan lewat tiga buku bacaan saya. Untuk resensi lengkap per bukunya, next time aja yah.

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru