Pertanyaan:
Bagaimana perasaanmu tidak punya kamar sendiri? Mengesalkan bukan?
Jawaban saya:
Dulu waktu kecil, rumah sewa kami hanya punya dua kamar. Yang satu buat kakak sulung dan om yang numpang tinggal sementara dia kuliah. Yang satu kamar lagi isi dua ranjang. Ranjang ukuran king size buat para cowok (bapak + 2 kakak lelaki). Ranjang ukuran single buat saya, Ibu dan kakak cewek (kakak cewek tidur meringkuk di ujung kasur, di bawah kaki saya dan Ibu).
Setelah saya SMA, Bapak bisa sewa satu rumah lagi, tapi tetap saya nggak punya kamar pribadi. Masih harus berbagi dengan kakak cewek, meski ranjang sudah sendiri-sendiri.
Saya tidak pernah mempertanyakan mengapa saya tidak punya kamar sendiri. Soalnya sedari kecil, saya lihat tetangga-tetangga di kampung saya lebih ngenes. Ada yang hanya bisa sewa satu kamar untuk satu keluarga (Bapak, Ibu, 3 anak cowok dan 1 anak cewek). Ada kompleks di kampung kami yang dinamai “sewan petak” karena itu beneran tempat untuk disewakan, yang luasnya sepetak doang, palingan 3 x 3 meter dan kamar mandi umum. Dinding seadanya, kadang pakai kaleng Khong Guan yang dilempengkan untuk menempel lubang di dinding.
Jadi saya sudah terlatih untuk bersyukur sejak kecil. Jadi nggak pernah punya keinginan macem-macem.
Sekarang kalau saya ingat-ingat, saya baru punya kamar pribadi setelah merantau kuliah dan kost.
Mungkin bagi banyak orang, tidak punya kamar pribadi itu mengesalkan. Sah aja kok punya perasaan gitu. Jadikan sebagai motivasi aja biar gimana caranya kamu bisa bantu keluarga, siapa tahu bisa bangun kamar sendiri, atau beli rumah sendiri.
Dan jangan lupa bersyukur.
Kalau mau nimbrung diskusi, silakan langsung cuss ke Quora.