Kategori: percikan

Jadi kemarin malam, ketika berada di atas pesawat dan sudah setengah perjalanan Denpasar-Taipei, tiba-tiba terlintas di otak saya: dompet saya mana ya? Dan saya baru

Nggak berasa blog ini sudah setahun usianya. Posting pertama berjudul “Koleksi Baju Seorang Minimalis” ini tepat saya tulis setahun silam. Lumayanlah berarti, blog ini nggak

Saya tidak bisa mengatakan sebesar apa saya mencintai kekasih saya, karena cinta tidak mengenal besaran

Karena kalau bagi saya nih, ‘keinginan’ itu nggak bisa ditakar. Seperti seni. “Pokoknya saya ingin.” Nah kalau ‘kebutuhan’, itu bisa dilogika. Lebih mudah untuk menentukan saya butuh apa enggak, secara obyektif.

Tiba-tiba dunia terasa riuh bagi saya. Otak ini seperti ditarik-tarik untuk terpaksa berpikir, bercampur baur dengan nostalgia yang mendadak mampir. Teringat masa-masa mahasiswa di mana

Sandwich itu seharusnya buat sarapan, tapi saya baru sempat menyantapnya menjelang siang. Maklum, sok sibuk, begitu landing di Bali langsung menuju ke kantor, dan karena

Buat para aktifis sosial media, pasti sudah nggak asing dengan yang namanya alter akun (atau akun alter?). Akun alternatif yang sengaja dibuat dengan identitas yang

“I’m just wondering, where have you been all my life?” Satu pertanyaan sederhana yang terucap oleh kekasih saya. Mengapa kami tidak bertemu terlebih awal, mengapa

Pernah baca kutipan tentang hati ibarat cermin? “Ambil cermin lalu jatuhkan ke lantai. Pecah? Lalu ucapkan maaf ke cermin tersebut. Apa utuh kembali? Seperti itulah

Mungkin aku nggak akan pernah tercatat dalam sejarah, karena aku memang bukan pelaku. Aku tak punya apa-apa untuk dibanggakan, aku ini orang pinggiran. Telah lewat

Beberapa hari yang lalu, saya menerima pertanyaan yang nyaris serupa dari dua teman dalam kesempatan dan permasalahan yang berbeda: “Maksud dia bicara seperti itu, apa

Sedari dulu – ya, sebenarnya semenjak saya mulai bisa berpikir dan tidak melulu mengikuti apa kata guru Sekolah Minggu sih – saya suka berseloroh: saya

Orang jamak mengutip, “Uang tidak bisa membeli kebahagiaan, namun tetap lebih nyaman menangis di dalam mobil mewah daripada menangis di atas sepeda.” Kalau mendengar perumpamaan seperti itu, saya cuma tersenyum dan mengamini.