Turnover tinggi

Turnover Karyawan Tinggi Pertanda Apa?

Turnover tinggi pertanda apa?

Sering kali, saat kita melamar kerja, ada komentar yang mampir seperti ini: “duh, itu perusahaan turnover-nya tinggi banget, yakin mau kerja di sana?”. Jelas-jelas konotasinya sudah negatif ya kalau turnover karyawan dalam satu perusahaan itu tinggi. Nah, dalam tulisan kali ini, mari kita ulik topik turnover karyawan.

Apa itu turnover karyawan dan penyebabnya?

Turnover karyawan adalah aktivitas pergantian karyawan dalam satu perusahaan, yang dikarenakan oleh banyak hal.

Pergantian karyawan ini bisa karena faktor karyawan itu sendiri yang suka rela mengundurkan diri alias resign.

Bisa juga karena faktor lain di luar diri karyawan itu.

Kalau mau dibikin daftar, banyak alasan mengapa seorang karyawan memutuskan resign dan mengakibatkan tingginya turnover karyawan dalam satu perusahaan.

Semua alasan itu bisa dikategorikan menjadi tiga:

  1. Keinginan karyawan itu sendiri
  2. Kebijakan manajemen
  3. Faktor eksternal

Keinginan karyawan untuk resign bisa dijabarkan menjadi:

  1. Suasana kerja tidak sehat
  2. Job description tidak sesuai dengan perjanjian
  3. Jam kerja tidak jelas
  4. Pemimpin toxic
  5. Gaji kurang
  6. Faktor geografis
  7. Mendapat pekerjaan yang lebih baik
  8. Iseng aja

Sedangkan yang termasuk kebijakan manajemen misalnya:

  1. Pembatasan usia kerja
  2. Tidak lolos probation

Sedangkan faktor eksternal yang benar-benar di luar kendali perusahaan ataupun di luar keinginan karyawan sendiri, misalnya situasi pandemi yang menyebabkan banyak perusahaan berusaha mengencangkan ikat pinggang, dan memberhentikan sejumlah karyawan agar bisa bertahan.

Turnover karyawan = sesuatu yang salah dalam perusahaan

Kalau mau digeneralisasi, turnover karyawan yang tinggi berarti perusahaan yang bersangkutan sedang tidak sehat. Atau, ada sesuatu yang salah dalam proses yang dijalankan oleh perusahaan.

Misalnya, proses hiring atau rekruitmen.

Memang tidak bisa kita jamin, karyawan yang lolos rekruitmen pasti tahan bekerja dalam waktu yang lama.

Namun, jika hampir semua karyawan yang lolos rekruitmen lalu mengundurkan diri dalam waktu yang tidak sebentar, bisa dipastikan proses rekruitmen harus dibenahi.

Mengapa karyawan tersebut lolos seleksi?

Pasti karena dianggap mampu bekerja sesuai ekspektasi perusahaan.

Mengapa kemudian karyawan tersebut mengundurkan diri, bahkan di satu kasus pernah saya jumpai karyawan tersebut bertahan hanya kurang dari seminggu?

Bisa jadi karena perusahaan yang salah ekspektasi, atau bisa jadi karyawan yang salah ekspektasi.

Perusahaan menganggap karyawan tersebut bisa diandalkan. Ternyata omong doang. Nah, memangnya perusahaan nggak kroscek background karyawan yang bersangkutan? Atau tidak melakukan tes kemampuan secara menyeluruh?

Atau sebaliknya. Karyawan menganggap perusahaan tersebut kredibel, merupakan tempat kerja yang nyaman, kesan yang didapatkan selama interview itu baik. Ternyata setelah menjadi karyawan, kesan tersebut salah. Yang dijanjikan selama interview hanyalah bualan semata.

Setelah kita tinjau proses rekruitmen, selanjutnya kita periksa jalannya perusahaan sehari-hari.

Apakah jalannya operasional sudah mengikuti SOP?

Atau ada hal-hal yang terjadi hanya karena pimpinan yang menghendaki, sementara itu tidak ada dalam SOP?

Banyak skenario yang bisa terjadi yang mengakibatkan karyawan merasa tidak nyaman dan tidak menikmati pekerjaannya.

Kalau sudah tidak nikmat bekerja, ya sudah, resign saja.

Begitu terus berulang sampai pada satu titik, si pimpinan tercenung dan bertanya-tanya: mengapa turnover di perusahaan ini sangat tinggi?

Baguslah kalau sudah sampai di titik tersebut dan menjadikan momen tersebut sebagai introspeksi diri, lalu memperbaiki diri.

Ada juga yang malah jadi defensif dan menyalahkan si karyawan. Tak tahu diri, tidak punya loyalitas pada perusahaan, tidak tahu diuntung.

Ya kalau pimpinannya sudah tidak bisa retrospeksi, wassalam.

Bad bosses vs bad companies

Banyak yang bilang bahwa most employees leave the bosses, not the companies. Mungkin ini benar, namun ada satu artikel yang debunk pernyataan bahwa most employees leave the bad bosses. Menarik untuk disimak.

Menurut saya, dalam satu perusahaan besar, bad bosses tidak selalu berarti bad companies. Bad bosses bisa jadi dianggap bad karena masalah personal, dan tidak mempengaruhi jalannya perusahaan yang sudah kokoh berdiri dengan SOP yang ketat.

Beda dengan perusahaan yang baru merintis atau perusahaan kecil. Bad bosses identik dengan bad company, karena biasanya di perusahaan kecil, yang dianggap boss cuma seorang. Dan jalannya perusahaan tergantung pada kebijakannya. Sekali dia buruk memimpin, tidak ada SOP atau manajer lain yang kuasa untuk membenarkan perilakunya.

Entah ya, di atas cuma opini saya hehehe.

Kalau menurut kalian, bagaimana? Apakah turnover karyawan menunjukkan perusahaan tersebut tidak sehat? Atau itu hal biasa apalagi zaman sekarang di mana Gen Z mulai merambah dunia kerja?

Share:

Facebook
Twitter
LinkedIn

satu Respon

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

On Key

Tulisan Terbaru